Suara.com - Anjloknya harga sawit di tingkat petani ternyata berdampak panjang hingga keluarga mereka. Bahkan, anak petani sawit yang sedang mengenyam bangku kuliah di salah satu universitas terpaksa putus sekolah.
Salah satunya dirasakan Yanto, seorang petani sawit di Riau yang merasakan dampak anjloknya harga sawit. Kini, ia mengemukakan perekonomian keluarganya tertekan.
"Terpaksa diberhentikan dulu anak yang sedang kuliah. Karena jangankan bayar uang kuliah, beli beras aja susah sekarang," katanya seperti dikutip Riaulink.com-jaringan Suara.com.
Ia mengemukakan, walau hasil panen sawitnya mencapai dua ton setiap dua pekan.
"Sawit dua ton, dapatnya Rp1 juta. Kalau sebulan dua kali panen, hasilnya Rp2 juta. Tetap saya syukuri, tapi pas-pasan untuk makan, untuk kuliah susah," katanya.
Untuk diketahui, petani di Riau mengeluhkan anjloknya harga sawit. Dari informasi yang ada, harga sawit di tengkulak dari petani dihargai Rp500 per kilogram. Sedangkan penetapan harga dari Disbun Pemprov Riau, harga sawit Rp1.772 per kilogram.
Harga penetapan Disbun Riau hanya berlaku bagi petani dengan pola plasma bersama perusahaan. Tapi petani tanpa plasma, harga sawit tidak sampai Rp1.000 per kilogram.
Sementara itu, Gubernur Riau Syamsuar menyampaikan permohonan percepatan dan perluasan ekspor CPO dan turunannya sebagai upaya meningkatkan harga Tandan Buah Segar (TBS) perkebunan kelapa sawit. Permohonan tersebut disampaikan kepada Presiden Jokowi melalui surat yang ditandatangani langsung oleh Gubernur Riau pada Senin (4/7/2022) dengan nomor surat 526/Disbun/1837.
Dalam permohonannya, Syamsuar melaporkan kepadaJokowi bahwa harga TBS perkebunan kelapa sawit beberapa bulan terakhir di Sumatera khususnya dan di Indonesia pada umumnya cenderung terus menurun secara signifikan.
Baca Juga: Harga Sawit Amblas, Syamsuar Surati Presiden Jokowi Minta Percepatan Ekspor CPO
Kepada presiden, perkembangan terakhir harga TBS pekebun di Provinsi Riau saat ini berkisar antara Rp600 sampai dengan Rp900 per kilogram.
Penyebab utama anjloknya harga TBS pekebun adalah belum optimalnya ekspor CPO dan turunannya serta keterbatasan storage tank yang dimiliki PKS sehingga PKS membatasi pembelian TBS dari pekebun.
"Berdasarkan laporan dari 285 PKS yang ada di Provinsi Riau, storage tank PKS dan eksportir hanya mampu menampung CPU dalam waktu satu minggu ke depan," kata Syamsuar.
Menurut Syamsuar, turunnya harga TBS pekebun mulai berdampak pada penurunan daya beli masyarakat serta meningkatnya inflasi di Provinsi Riau.
Berdasarkan data BPS pada bulan Mei 2022, inflasi di provinsi Riau sebesar 0,88 persen dan pada bulan Juni 2022 naik menjadi 1,86 persen.
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Punya Kekayaan Rp76 M, Ini Pekerjaan Ade Kuswara Sebelum Jabat Bupati Bekasi
-
DPR Sebut Revisi UU P2SK Bisa Lindungi Nasabah Kripto
-
Hotel Amankila Bali Mendadak Viral Usai Diduga Muncul di Epstein Files
-
Ekspansi Agresif PIK2, Ada 'Aksi Strategis' saat PANI Caplok Saham CBDK
-
Tak Ada Jeda Waktu, Pembatasan Truk di Tol Berlaku Non-stop Hingga 4 Januari
-
Akses Terputus, Ribuan Liter BBM Tiba di Takengon Aceh Lewat Udara dan Darat
-
Kepemilikan NPWP Jadi Syarat Mutlak Koperasi Jika Ingin Naik Kelas
-
Kemenkeu Salurkan Rp 268 Miliar ke Korban Bencana Sumatra
-
APVI Ingatkan Risiko Ekonomi dan Produk Ilegal dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
-
Kapasitas PLTP Wayang Windu Bakal Ditingkatkan Jadi 230,5 MW