Suara.com - Salah satu orang terkaya di AS, Thomas Peterffy mengatakan, inflasi yang terjadi secara tahunan berpotensi membuat nilai Bitcoin terus turun hingga tidak memiliki nilai.
“Ketika Fed menaikkan suku bunga, itu meningkatkan jumlah yang harus dibayar negara [AS] untuk membayar utangnya," kata dia.
Untuk diketahui, TheFed saat ini terus menekan suku bunga lebih tinggi agar inflasi bisa terkendali. Inflasi di AS memang mencapai rekor di angka 9,1 persen.
Hal ini dianggap sangat mempengaruhi berbagai pangsa pasar, tidak terkecuali kripto. Sejak Crash akhir tahun2021 silam, pasar kripto belum menunjukkan lonjakan berarti akibat tekanan wabah COVID-19, ditambah dengan kondisi politik dunia yang dipengaruhi konflik Rusia dan Ukraina, hingga mengerek harga minyak dan komoditas lain. Menambah tinggi potensi inflasi dunia yang saat ini masih terjadi.
Forbes melaporkan, anggapan Peterffy ini tdak akan terjadi dalam waktu singkat melainkan bertahun-tahun, jika benar terjadi.
Pengusaha yang berada di balik Interactive Brokers ini melihat, inflasi jadi ancaman utama dalam jangka panjang lantaran pengeluaran AS yang mengalami defisit dan tidak kunjung membaik, rantai pasokan terganggu dan kenaikan suku bunga.
"Ini adalah lingkaran setan yang pada akhirnya akan mengakibatkan meledaknya utang,” ujar Peterffy, dikutip dari Blockchain Media.
Meski tak secara eksplisit disampaikan Peterffy, ia nampak menyinggung resesi dan berharap krisis tahun 1980-an tidak kembali terjadi.
Ia juga memiliki kekhawatiran aset kripto pada akhirnya akan dilarang pemerintah karena terkait penggunaan dalam kegiatan ilegal.
Baca Juga: Investor Kripto Asal Inggris Rugi Rp3,61 Triliun Akibat Ulah Hacker
“Saya pikir kemungkinannya sangat tinggi bahwa [Bitcoin] akan menjadi tidak berharga atau dilarang,” kata dia.
Namun demikian, ia mengaku masih optimis Bitcoin mampu pulih dan mendapatkan kembali nilainya jika pasar kripto pulih dan bertahan terhadap tekanan.
Ia sendiri diketahui salah satu pemegang aset BTC dan mengungkapkan dirinya berniat menambahnya jika harga turun lagi ke US$12.000.
Berita Terkait
-
Biaya Tambang Bitcoin Turun Drastis, Harga BTC Berpotensi Sulit Menguat
-
Waspada Penipuan Undian Website NVIDIA Berkedok Hadiah 50.000 Bitcoin
-
Para Penggemar Kripto Harus Hati-hati Modus Penipuan "Bitcoin" Atas Nama Perusahaan Ternama
-
Dua Survei dan Bendera Beruang Memprediksi Harga Bitcoin Runtuh ke $10K!
-
Investor Kripto Asal Inggris Rugi Rp3,61 Triliun Akibat Ulah Hacker
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Menaker Mau Tekan Kesenjangan Upah Lewat Rentang Alpha, Solusi atau Masalah Baru?
-
Pati Singkong Bisa Jadi Solusi Penumpukan Sampah di TPA
-
BRI Terus Salurkan Bantuan Bencana di Sumatra, Jangkau Lebih dari 70.000 Masyarakat Terdampak
-
LPDB Koperasi Akselerasi Penyelesaian NRB Lewat Sinergi Pusat dan Daerah
-
Laporan CPI: Transisi Energi Berpotensi Tingkatkan Pendapatan Nelayan di Maluku
-
SPBU di Aceh Beroperasi Normal, BPH Migas: Tidak Ada Antrean BBM
-
Purbaya Gelar Sidang Debottlenecking Perdana Senin Depan, Selesaikan 4 Aduan Bisnis
-
Purbaya Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI: 5,2% di 2025, 5,4% pada 2026
-
Menaker Yassierli Klaim PP Pengupahan Baru Hasil Kompromi Terbaik: Belum Ada Penolakan Langsung
-
Purbaya Sentil Balik Bank Dunia soal Defisit APBN: Jangan Terlalu Percaya World Bank!