Suara.com - Harga minyak melonjak sekitar empat persen pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), akibat pelemahan dolar AS, pengurangan dan ancaman pasokan dari Rusia meskipun kontrak berjangka mencatat penurunan mingguan kedua karena kenaikan suku bunga yang agresif dan pembatasan COVID-19 China menekan prospek permintaan.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober terangkat 3,25 dolar AS atau 3,9 persen, menjadi menetap di 86,79 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November bertambah 3,69 dolar atau 4,1 persen, menjadi ditutup di 92,84 dolar per barel di London ICE Futures Exchange.
Meskipun membukukan kenaikan tajam pada Jumat (9/9/2022), kekhawatiran permintaan membuat harga minyak lebih rendah dalam seminggu. WTI mencatat kerugian mingguan 0,1 persen, sementara Brent turun 0,2 persen, berdasarkan kontrak bulan depan.
Mata uang AS mundur pada Jumat (9/9/2022) setelah reli baru-baru ini, memberikan daya apung pada minyak. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, turun 0,64 persen menjadi 109,0030 pada akhir perdagangan. Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengancam akan menghentikan ekspor minyak dan gas ke Eropa jika pembatasan harga diberlakukan dan pemotongan kecil untuk rencana produksi minyak OPEC+ yang diumumkan minggu ini juga mendukung harga.
"Selama beberapa bulan mendatang, Barat harus menghadapi risiko kehilangan pasokan energi Rusia dan melonjaknya harga minyak," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.
Sementara itu, Kota Chengdu memperpanjang penguncian untuk sebagian besar dari lebih dari 21 juta penduduknya pada Kamis (8/9/2022), sementara jutaan lainnya di bagian lain China diberitahu untuk menghindari perjalanan selama liburan mendatang.
Pasar mengabaikan lonjakan tak terduga dalam stok minyak mentah AS. Badan Informasi Energi AS melaporkan Kamis (8/9/2022) bahwa persediaan minyak mentah komersial negara itu meningkat sebesar 8,8 juta barel selama pekan yang berakhir 2 September. Analis yang disurvei oleh S&P Global Commodity Insights memperkirakan pasokan minyak mentah AS menunjukkan penurunan 1,8 juta barel. [Antara]
Baca Juga: Berpatokan pada Harga Minyak Dunia, Menteri ESDM Sebut Harga BBM Bisa Jadi Turun
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Bukan Sekadar Bantuan, Pemberdayaan Ultra Mikro Jadi Langkah Nyata Entaskan Kemiskinan
-
BEI Rilis Liquidity Provider Saham, Phintraco Sekuritas Jadi AB yang Pertama Dapat Lisensi
-
Ekonomi RI Melambat, Apindo Ingatkan Pemerintah Genjot Belanja dan Daya Beli
-
Pakar: Peningkatan Lifting Minyak Harus Dibarengi Pengembangan Energi Terbarukan
-
Pertamina Tunjuk Muhammad Baron Jadi Juru Bicara
-
Dua Platform E-commerce Raksasa Catat Lonjakan Transaksi di Indonesia Timur, Begini Datanya
-
KB Bank Catat Laba Bersih Rp265 Miliar di Kuartal III 2025, Optimistis Kredit Tumbuh 15 Persen
-
Ekspor Batu Bara RI Diproyeksi Turun, ESDM: Bukan Nggak Laku!
-
IHSG Berhasil Rebound Hari Ini, Penyebabnya Saham-saham Teknologi dan Finansial
-
Pengusaha Muda BRILiaN 2025: Langkah BRI Majukan UMKM Daerah