Suara.com - Harga minyak dunia kembali turun pada akhir perdagangan Selasa ata Rabu (14/9/2022) pagi (WIB).
Laporan inflasi Amerika Serikat yang lebih parah dari perkiraan untuk Agustus, memberikan ruang bagi Federal Reserve (Fed) untuk memberikan kenaikan suku bunga besar dan kuat lainnya minggu depan.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober terpangkas 47 sen atau 0,5 persen, menjadi menetap di 87,31 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah menyentuh tertinggi 89,31 dolar AS dan terendah 85,06 dolar AS.
Sementara itu harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November kehilangan 83 sen atau 0,9 persen, menjadi ditutup di 93,17 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah diperdagangkan antara 95,53 dolar AS dan 91,05 dolar AS.
Reaksi pasar di atas muncul karena inflasi AS yang tinggi meningkatkan kemungkinan kenaikan suku bunga besar lainnya dari Federal Reserve, yang dapat menurunkan permintaan energi.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Selasa (13/9/2022) bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) negara itu naik 0,1 persen pada Agustus untuk kenaikan 8,3 persen tahun-ke-tahun.
IHK inti, yang tidak termasuk makanan dan energi, naik 0,6 persen untuk kenaikan 6,3 persen tahun-ke-tahun. Angka tersebut lebih tinggi dari ekspektasi pasar.
Dolar AS menguat setelah rilis laporan inflasi. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, melonjak 1,37 persen menjadi 109,8150 pada akhir perdagangan Selasa (13/9/2022). Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Pertemuan pejabat The Fed Selasa (20/9/2022) dan Rabu (21/9/2022) depan, mungkin akan banyak membahas perkembangan inflasi yang jauh di atas target bank sentral AS 2,0 persen.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Siapkan Bonus Rp10 Miliar Untuk Pemda yang Berhasil Tekan Laju Inflasi
"The Fed mungkin harus menaikkan suku lebih cepat dari yang diperkirakan yang dapat menyebabkan sentimen 'risk back off' pada minyak mentah dan penguatan lebih lanjut terhadap dolar," kata Wakil Presiden Senior Perdagangan BOK Financial, Dennis Kissler.
Sementara itu Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Selasa (13/9/2022) berpegang pada perkiraannya untuk pertumbuhan permintaan minyak global yang kuat pada 2022 dan 2023, mengutip tanda-tanda bahwa ekonomi utama bernasib lebih baik dari yang diharapkan meskipun ada hambatan seperti lonjakan inflasi.
Berita Terkait
-
Mengapa Bitcoin, Ethereum, dan Shiba Inu Turun Hari Ini
-
Inflasi AS Kembali Meningkat, Harga Minyak Dunia Loyo
-
NFA Buat Aturan Penyaluran Beras Pemerintah Pada Keluarga Miskin Agar Inflasi Terkendali
-
Menkeu Sri Mulyani Siapkan Bonus Rp10 Miliar Untuk Pemda yang Berhasil Tekan Laju Inflasi
-
Ada Bungkus Rokok di Meja Anya Geraldine dan Enzy Storia: Gue Coba Yang Aneh-aneh Dalam Hidup
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Babak Baru Industri Kripto, DPR Ungkap Revisi UU P2SK Tegaskan Kewenangan OJK
-
Punya Kekayaan Rp76 M, Ini Pekerjaan Ade Kuswara Sebelum Jabat Bupati Bekasi
-
DPR Sebut Revisi UU P2SK Bisa Lindungi Nasabah Kripto
-
Hotel Amankila Bali Mendadak Viral Usai Diduga Muncul di Epstein Files
-
Ekspansi Agresif PIK2, Ada 'Aksi Strategis' saat PANI Caplok Saham CBDK
-
Tak Ada Jeda Waktu, Pembatasan Truk di Tol Berlaku Non-stop Hingga 4 Januari
-
Akses Terputus, Ribuan Liter BBM Tiba di Takengon Aceh Lewat Udara dan Darat
-
Kepemilikan NPWP Jadi Syarat Mutlak Koperasi Jika Ingin Naik Kelas
-
Kemenkeu Salurkan Rp 268 Miliar ke Korban Bencana Sumatra
-
APVI Ingatkan Risiko Ekonomi dan Produk Ilegal dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok