Suara.com - Harga emas kembali merosot pada akhir perdagangan Rabu, atau Kamis (15/9/2022) pagi (untuk WIB), yang memperburuk nilai kerugian dua hari berturut-turut setelah laporan data inflasi AS yang lebih besar dari perkiraan memicu kenaikan suku bunga yang agresif The Fed.
Kontrak harga emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi Comex New York Exchange, jatuh 8,3 dolar AS atau 0,48 persen, menjadi ditutup pada 1.709,10 dolar AS per ounce setelah diperdagangkan di kisaran tertinggi 1.717,30 dolar AS dan terendah 1.706,20 dolar AS.
Harga emas berjangka anjlok 23,2 dolar AS atau 1,33 persen menjadi 1.717,40 dolar AS pada Selasa (13/9/2022), setelah terkerek 12 dolar AS atau 0,69 persen menjadi 1.740,60 dolar AS pada Senin (12/9/2022), dan menguat 8,40 dolar AS atau 0,49 persen menjadi 1.728,60 dolar AS pada Jumat (9/9/2022).
Data inflasi AS yang dirilis hingga kini masih jadi pertimbangan besar bagi investor. Analis pasar berpendapat bahwa taruhan yang lebih tinggi adalah Federal Reserve akan memulai kebijakan moneter yang lebih agresif untuk mengendalikan inflasi.
Indeks harga konsumen AS yang tumbuh lebih besar dari yang diharapkan pada Agustus, memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve tidak akan berhenti melakukan strategi yang ketat seperti sebelumnya.
Para analis memperkirakan kerugian emas akan semakin dalam secara substansial jika harga menembus batas psikologis di bawah level 1.700 dolar AS.
Investor juga menahan diri dari melakukan perdagangan besar pada emas menjelang pertemuan Fed minggu depan, di mana bank sentral secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin.
Sementara itu Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Rabu (14/9/2022) bahwa indeks harga produsen (IHP), ukuran harga yang diterima di tingkat grosir, turun 0,1 persen pada Agustus setelah tergelincir 0,4 persen pada Juli, penurunan berturut-turut pertama dalam IHP sejak musim semi 2020.
Harga logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman Desember naik 7,8 sen atau 0,4 persen, menjadi ditutup pada 19,569 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman Oktober naik 21,70 dolar AS atau 2,46 persen menjadi ditutup pada 905,40 dolar AS per ounce.
Baca Juga: Harga Rumah Makin Mahal Tahun Depan, Inflasi Jadi Penyebabnya
Berita Terkait
-
Kenaikan Cabai Sumbang Inflasi, Pemkot Padang Lakukan Tiga Strategi
-
Gubernur Bank Indonesia: Harga Pangan Masih Tinggi dan Ancam Inflasi
-
Cegah Inflasi Pascakenaikan Harga BBM, Pemkot Jogja Siapkan Langkah Ini
-
Inflasi Tinggi, Harga Rumah Semakin Mahal, Skema Subsidi Belum Banyak Membantu Rakyat
-
Harga Rumah Makin Mahal Tahun Depan, Inflasi Jadi Penyebabnya
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
-
Menkeu Purbaya Pamer Topi '8%' Sambil Lempar Bola Panas: Target Presiden, Bukan Saya!
Terkini
-
Pemerintah Dorong Investasi Lab & Rapid Test Merata untuk Ketahanan Kesehatan Nasional
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Transaksi Belanja Online Meningkat, Bisnis Logistik Ikut Kecipratan
-
Regulator Siapkan Aturan Khusus Turunan UU PDP, Jamin Konsumen Aman di Tengah Transaksi Digital
-
Kredit BJBR Naik 3,5 Persen, Laba Tembus Rp1,37 Triliun
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
MedcoEnergi Umumkan Pemberian Dividen Interim 2025 Sebesar Rp 28,3 per Saham
-
Penyeragaman Kemasan Dinilai Bisa Picu 'Perang' antara Rokok Legal dan Ilegal
-
Meroket 9,04 Persen, Laba Bersih BSI Tembus Rp 5,57 Triliun di Kuartal III-2025