Suara.com - Gabungan Bank Korea Selatan tercatat masih memberikan pendanaan batu bara dengan nilai kontrak sebesar USD 904 Juta atau Setara Rp 13 triliun. Dana itu, untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9 dan 10 di Cilegon, Banten, Indonesia. Dari total dana tersebut, sebanyak 29,6% (sekitar 4 triliun rupiah), telah dikeluarkan per desember ini.
Hal ini terungkap dari laporan Korea Sustainability Investing Forum (KoSIF) 2022 Coal Finance in Korea yang diluncurkan pekan lalu.
"Pendanaan untuk PLTU Jawa 9 dan 10 ini berasal gabungan institusi keuangan Korea yaitu The Export-Import Bank of Korea (EIBK), dan Hana Bank," sebut Tae-Han Kim, Principal Researcher KoSIF dalam laporannya yang dikutip Suara.com, Jumat (23/12/2022).
Peneliti Trend Asia, Andri Prasetiyo, menilai pemberian dana proyek itu kontraproduktif dengan komitmen Pemerintah Korea Selatan yang mengatakan akan berhenti mendanai proyek PLTU sejak dua tahun lalu dan tidak sesuai dengan agenda transisi energi nasional yang sedang didorong pemerintah.
"Terutama mengingat pasca perhelatan G20 lalu, Indonesia sudah berkomitmen untuk melakukan akselerasi transisi energi melalui berbagai skema bantuan pendanaan internasional dengan agenda utamanya melakukan pensiun dini pembangkit listrik batu bara. Sehingga, keputusan untuk tetap membangun proyek PLTU Jawa 9 & 10 terlebih di tengah kondisi kelebihan pasokan batu bara saat ini menjadi sulit dimengerti dan sangat tidak relevan," kata Andri.
Terhitung per Juni 2022, neraca pembiayaan batu bara oleh lembaga keuangan Korea Selatan melalui pinjaman skema provident fund (PF), obligasi korporasi, dan saham, telah mencapai 56,5 triliun Korean Won/KRW (43,2 miliar USD).
Angka ini tercatat hanya turun sekitar 1% (sekitar 590 miliar KRW) dari jumlah yang dikeluarkan pada tahun lalu. Dari total pembiayaan tersebut, jumlah yang diasuransikan untuk perusahaan dan proyek batu bara terbilang masih tinggi yaitu sebesar 39,5 triliun KRW.
"Alih-alih mendukung PLTU Jawa 9 & 10 yang menimbulkan polusi masif bagi warga di Banten, Indonesia, lembaga keuangan Korea Selatan seharusnya lebih bisa menghormati dan proaktif dalam mendukung upaya negara-negara yang tengah berusaha melepaskan ketergantungannya pada industri batu bara dengan berhenti memberikan pendanaan untuk fosil," kata Tae-Han Kim.
Tahun lalu, koalisi masyarakat sipil di Cilegon juga telah mengecam investasi Korea Electric Power Company (KEPCO) pada proyek pembangkit listrik Jawa 9 dan 10 di Cilegon, Banten, provinsi tempat proyek industri kotor itu akan dibangun.
Baca Juga: APLSI Deklarasi Just Energy Transition, Dukung Percepatan Bauran Energi Ramah Lingkungan
Mereka membentangkan spanduk bertuliskan 'Moon Jae-In: Your Dirty New Deal Starts Here' untuk mengecam Presiden Korea Selatan dan keputusan beberapa bank di Asia yang memberikan pendanaan untuk proyek pembangunan PLTU tersebut.
Dalam studi pra-kelayakan untuk proyek Jawa 9 dan 10, Korea Development Institute (KDI) memperkirakan bahwa proyek tersebut akan menghasilkan profitabilitas negatif sebesar USD 43,58 juta.
Nilai arus kas investasi yang masuk ke proyek pembangkit listrik ini terhitung lebih besar dari proyeksi pendapatan sampai dengan pengoperasian pembangkit selesai.
Laporan lengkap 2022 Coal Finance in Korea yang dikeluarkan KoSIF didasarkan pada hasil survei terhadap seluruh lembaga keuangan publik dan swasta di Korea Selatan sebanyak 120 (82 pemerintah dan 38 swasta).
Dari hasil survei per Juni 2022 tersebut, diketahui sebanyak 104 lembaga keuangan di Korea Selatan telah menyatakan komitmen melakukan penghapusan batu bara (coal phase-out), dan 27 lainnya telah menyatakan nol bersih (net-zero).
Meski demikian, saldo pinjaman PF oleh institusi keuangan Korea Selatan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara tercatat masih mencapai 10,1 triliun KRW, dimana 2,1 triliun KRW diantaranya diperuntukkan untuk pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri.
Sementara jumlah yang dikontrak untuk pinjaman PF luar negeri adalah 4,2 triliun KRW, yang berarti 61,7% telah selesai dikeluarkan. Dengan demikian, pembiayaan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara oleh institusi keuangan Korea Selatan di luar negeri diproyeksikan akan terus meningkat.
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Media Belanda Julid ke Eliano Reijnders yang Gabung Persib: Penghangat Bangku Cadangan, Gagal
-
Sudah di Indonesia, Jebolan Ajax Amsterdam Hilang dari Skuad
-
Harga Emas Antam Tembus Paling Mahal Hari Ini, Jadi Rp 2.115.000 per Gram
-
Ustaz Khalid Basalamah Terseret Korupsi Kuota Haji: Uang yang Dikembalikan Sitaan atau Sukarela?
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
Terkini
-
Harga Emas Antam Pecah Rekor Lagi Tembus Lebih dari Rp2,1 Juta, Ini Penyebabnya
-
Stok Bensin di SPBU Shell dan BP Banyak Kosong, Menteri Bahlil Sarankan Swasta Beli ke Pertamina
-
Jadi Sekjen Kementerian ESDM, Bahlil Beri Tugas Ahmad Erani Yustika Percepat Hilirasi Energi
-
Mekaarprenuer PNM Tingkatkan Produksi Usaha & Dukung Kemandirian Ekonomi Perempuan
-
IHSG Dekati 8.000, Melawan Pelemahan Bursa Asia Jelang Putusan Suku Bunga The Fed
-
Waskita Karya Kembali Masuk Top 50 Emiten dalam The 16th IICD CG Award 2025
-
Rilis Aturan Baru, OJK Minta Bank Laporkan Keuangan Transparan
-
Bos Uniqlo Ramal Dunia Bakal Bangkrut, Ini Faktornya
-
Yu Menglong Diduga Bunuh Diri, Berapa Gaji Aktor China?
-
Harga Emas Antam Tembus Paling Mahal Hari Ini, Jadi Rp 2.115.000 per Gram