Suara.com - Menjelang tutup tahun 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diingatkan soal terus meningkatnya jumlah utang negara yang kian hari kian menggunung.
Mengutip Bank Indonesia (BI), Selasa (27/12/2022) per akhir November 2022, posisi utang pemerintah tercatat senilai Rp7.554,2 triliun dengan rasio utang sebesar 38,65 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jika berdasarkan amanat rasio utang ini masih jauh dari ambang batas yang ditetapkan sebesar 60 persen.
Namun jika ditelisik perbulan misalkan, nominal utang pemerintah naik sangat drastis, tengok saja hingga akhir November telah naik Rp57,5 triliun dari posisi Oktober 2022 atau dalam kurun waktu satu bulan saja.
Sedangkan berdasarkan data Kemenkeu nominal utang telah bertambah lebih dari Rp500 triliun dari posisi awal tahun ini (YTD).
Memang kondisi utang masih aman tetapi memiliki risiko yang terus bertambah dari sebelumnya. Tadinya rasio utang cuma 37 persen, sekarang terus bertambah dan mendekati 40 persen, berarti rasio utang makin bertambah risikonya.
"Pemerintah perlu mewaspadai apabila laju kenaikan utang melebihi pertumbuhan ekonomi. Terlebih, terdapat prospek perlambatan ekonomi pada tahun depan, baik secara global maupun di dalam neger," kata Ibrahim Assuaibi Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka dalam analisanya.
"Sehingga pemerintah harus berhati-hati jangan sampai penambahan utang kian ngebut walaupun dengan alasan pembangunan infrastruktur," tambahnya.
Tak hanya itu, tingginya suku bunga menimbulkan risiko tambahan pembayaran bunga oleh negara. Hal tersebut bisa berbahaya apabila terjadi perlambatan ekonomi, karena belanja untuk pembayaran utang menjadi meningkat ketika penerimaan terganggu.
Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Memang saat ini komposisi SBN lebih dominan surat utang berdenominasi rupiah, tetapi beban dari 15 persen SBN valas akan meningkat ketika rupiah terdepresiasi.
Baca Juga: Bisa Belanja Terus, Bunga Kartu Kredit Paling Mentok 1,75% per Bulan
"Kemudian adanya resiko tingkat kematangan utang (maturity) dari utang yang segera jatuh tempo. Pembayaran bunga dan pokok utang dalam kondisi saat ini dapat menjadi beban," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
Terkini
-
Cara Gabung NPWP Suami-Istri di Coretax, Panduan Lengkap dan Mudah
-
Jelang Pergantian Tahun, Sektor ESDM Catatkan PNBP sebesar Rp228 Triliun
-
Laba Melejit 22 Persen, MBMA Makin Perkasa di Bisnis Nikel Terintegrasi
-
6 Perbedaan Tabungan Konvensional dan Syariah, Mana yang Lebih Sesuai untuk Anda?
-
Pengusaha Sebut Formula Upah Minimum 2026 Bikin Lapangan Kerja Baru Sulit Tercipta
-
Dukung Pemulihan Ekonomi Aceh, BSI Siapkan Restrukturisasi Pembiayaan
-
Isu Damai Ukraina Redam Efek Blokade Tanker Venezuela, Begini Dampaknya ke Harga Minyak
-
Purbaya Klaim Investor Asing Makin Banyak Tanam Modal ke Indonesia, Ini Buktinya
-
BRI Peduli Salurkan Bantuan Darurat di 40 Titik Bencana Wilayah Sumatra
-
Perubahan Skema Pupuk Subsidi Dinilai Dorong Transparansi