Namun, selama ini implementasinya, menurut Joko dirasa belum optimal akibat dari revolusi industri yang terus berjalan. Sementara, regulasinya tidak diselaraskan sesuai dengan semestinya.
"Ada kesan tercabutnya akar pekerja dari kedudukannya sebagai pekerja tetap, menjadi pekerja tidak tetap. Itu seakan-akan hubungan industrial itu dianggap tidak ada lagi. Seharusnya, itu tetap berlaku walaupun daru sisi kontrak regulasi yang mengatur ketenagakerjaan itu kontrak, waktu tertentu dan lain sebagaunya, tetap itu namanya hubungan industrial," ungkap Joko.
Untuk itu, ide dalam menggagas Komisi Nasional Hubungan Industrial dirasa merupakan langkah yang tepat dalam penyelsaian persoalan di kalangan pekerja maupun pengusaha, dalam hal tersebut sebagai pemberi kerja.
"Ide Komisi Nasional Hubungan Industrial ini kami coba mengisi satu ruangan yang kosong. Law enforcement itu supremasinya samar, di ketenagakerjaan di bawah hubungan industrial itu ada dua undang-undang. Pertama, UU No. 3 Tahun 1951 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan. Satulagi yang KUHP, disitu ada penyidiknya juga," jelasnya.
Sebab Joko menilai, kerap muncul persoalan tentang ketenagakerjaan muncul perdebatan dan kebingungan dari para pekerja terkait aturan mana yang seharusnya diimplementasikan.
"Sebetulnya ini objek mana supremasinya, apakah KUHP atau Kemenaker? Nah, akhirnya keduanya lost sehingga 70 persen pelanggaran terjadi perdebatan antara tafsir normatif, represif, kooperatif atau pembinaan. Itu mengapa perlu dibentuk komisioner untuk membuat rekomendasi dalam menafsirkan hukum tersebut, yang mandatori dan bukan," tambahnya.
Sepakat dengan Joko, Pengurus DPP APINDO Jawa Timur Bidang Perundang Undangan & Advokasi, Ngadi mengungkapkan apresiasinya terhadap gagasan Komisi Nasional Hubungan Industrial.
Hal tersebut dilakukan, lanjutnya, untuk menjalin komunikasi antara serikat pekerja dan pengusaha yang selama ini berjalan masing-masing yang membuat dirasa kurang efektif dan kerap terjadi masalah, terutama dalam hal komunikasi.
"Saya melihat apa yang disampaikan oleh SPN (dan GBB) terkait dengan gagasan Komisi Nasional Hubungan Industrial, saya sangat tertarik. Karena selama ini saya menggaungkan bagaimana adanya satu wadah komunikasi antara serikat pekerja dan pengusaha yang selama ini berjalan sendiri-sendiri. Maka, wadah tersebut dirasa tepat dan mengapresiasi supaya bisa terwujud," pungkasnya.
Baca Juga: Partai Buruh Bakal Demo Di Senayan Besok, Tuntut 3 Perkara Ini
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Bernardo Tavares Cabut! Krisis Finansial PSM Makassar Tak Kunjung Selesai
-
Ada Adrian Wibowo! Ini Daftar Pemain Timnas Indonesia U-23 Menuju TC SEA Games 2025
-
6 Fakta Demo Madagaskar: Bawa Bendera One Piece, Terinspirasi dari Indonesia?
-
5 Rekomendasi HP 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
Terkini
-
Vivo Akui Stok Sudah Habis, Tapi BBM Pertamina Punya Kandungan yang Tak Bisa Diterima
-
BRI Buka Akses Global untuk UMKM di Halal Indo 2025
-
Purbaya Mau Temui CEO Danantara usai 'Semprot' Pertamina Malas Bangun Kilang Minyak
-
Pemerintah Tambah Stimulus Ekonomi Kuartal IV 2025, Sasar 30 juta Keluarga Penerima Manfaat
-
Purbaya Ngotot Sidak Acak Rokok Ilegal di Jalur Hijau: Kalau Ketahuan, Awas!
-
Program Magang Nasional Dibuka 15 Oktober, Pemerintah Jamin Gaji UMP
-
Bos Danantara Akui Patriot Bond Terserap Habis, Dibeli Para Taipan?
-
Dari Meja Makan ke Aksi Nyata: Wujudkan Indonesia Bebas Boros Pangan
-
Pemerintah Andalkan Dialog Rumuskan Kebijakan Ekonomi Kerakyatan
-
VIVO dan BP-AKR Batalkan Pembelian BBM dari Pertamina, Kandungan Etanol Jadi Biang Kerok