Suara.com - Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara Anggota ASEAN+3 menegaskan kembali komitmen bersama mereka untuk memperkuat dialog kebijakan mengenai perkembangan terkini dan prospek ekonomi global dan regional, serta respons kebijakan terhadap risiko dan tantangan ke depan.
Lebih lanjut, Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 tersebut sepakat untuk memperkuat kerja sama keuangan regional melalui inisiatif di bawah Regional Financing Arrangements (RFA) Future Direction, Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM), AMRO, Asian Bond Markets Initiative (ABMI), Disaster Risk Financing (DRF), dan ASEAN+3 Future Initiatives termasuk pembiayaan infrastruktur, kajian studi pada fasilitas nonpembiayaan, pembiayaan risiko bencana (DRF), serta kajian studi beberapa tema strategis atas Digitalisasi Keuangan, keuangan berkelanjutan, utang korporasi, utang rumah tangga, dan Transaksi Mata Uang Lokal (Local Currency Transaction/LCT).
Komitmen tersebut merupakan hasil kesepakatan dari Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara Anggota ASEAN+3 (the ASEAN+3 Finance Ministers’ and Central Bank Governors Meeting/AFMGM+3), yang diadakan pada 2 Mei 2023 di Incheon, Korea Selatan.
Pertemuan tersebut diselenggarakan di bawah mitra keketuaan (co-chairmanship) dari Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, Shunichi Suzuki, Menteri Keuangan Jepang, dan Kazuo Ueda, Gubernur Bank of Japan.
Presiden Asian Development Bank (ADB), Direktur ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) ASEAN+3, Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN Secretariat, dan Deputi Managing Director of the International Monetary Fund (IMF) juga hadir dalam pertemuan tersebut.
Pada pertemuan tersebut, Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 yang kuat sebesar 3,2 persen pada tahun 2022, terlepas dari efek pandemi COVID-19 yang masih ada dan konflik Rusia Ukraina yang meningkat menjadi krisis.
Sementara itu, gejolak sektor perbankan baru-baru ini di AS dan Eropa memiliki dampak rambatan yang terbatas di kawasan ASEAN+3.
Meskipun demikian, kita harus tetap waspada. Ke depan, kawasan ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,6 persen pada tahun 2023, dipacu oleh permintaan domestik yang kuat karena pemulihan ekonomi terus menunjukkan perbaikan.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyoroti bahwa tantangan saat ini dan ketergantungan yang besar pada mata uang dominan tertentu untuk perdagangan internasional dan penyelesaian investasi dapat meningkatkan kerentanan dan meningkatkan risiko stabilitas keuangan di ASEAN+3.
Baca Juga: Indonesia Dorong Pemakaian Mata Uang Lokal untuk Jaga Stabilitas Ekonomi ASEAN
Oleh karena itu, ASEAN+3 perlu berinovasi untuk dapat menjaga stabilitas, di tengah inflasi yang masih tinggi, kondisi likuiditas yang lebih ketat, ruang kebijakan yang lebih sempit, dan pengaruh kuat dolar.
Dalam hal ini, Gubernur Perry menekankan pentingnya memperkuat dan meningkatkan kerja sama di antara negaranegara ASEAN+3 dalam konektivitas pembayaran dengan mempromosikan penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk transaksi.
Berkaitan dengan hal tersebut, AFMGM+3 menyambut baik dan mengakui perkembangan kajian Sistem Pembayaran Lintas Batas di ASEAN+3, khususnya mengenai Penguatan Transaksi Mata Uang Lokal (Local Currency Transactions – LCT) dalam pembahasan Isu Tematik ASEAN+3.
Mengingat situasi pandemi COVID-19 yang jauh lebih membaik, kawasan ASEAN menyadari perlunya pengurangan dukungan kebijakan terkait COVID-19 dengan tetap melaksanakan langkah-langkah kebijakan yang dikalibrasi secara hati-hati untuk mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas moneter dan keuangan, memperkuat sektor-sektor utama, seperti ekonomi hijau dan ekonomi digital, memastikan keberlanjutan fiskal jangka panjang, dan mempromosikan pertumbuhan yang kuat, tangguh, dan berkelanjutan.
Kawasan ASEAN juga mengakui bahwa prospek pertumbuhan jangka panjang untuk kawasan ini bergantung pada bagaimana kawasan ini mengelola risiko yang terkait dengan kemungkinan pandemi dan perubahan iklim di masa depan, termasuk bencana alam yang lebih sering dan parah.
Dengan mempertimbangkan risiko-risiko ini, AFMGM+3 mengakui pentingnya kolaborasi menuju pemulihan yang kuat dan inklusif serta membuat kemajuan berkelanjutan dalam agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan, untuk mencapai pembangunan global yang lebih kuat, lebih hijau, lebih tangguh, dan seimbang.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Baterai Besar Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
Terkini
-
Menkeu Purbaya Sebut Pemerintah Mau Buat Kawasan Industri Hasil Tembakau
-
Inflasi Tembus 0,18 Persen, Bank Indonesia : Kenaikan Harga Emas Jadi Biang Kerok
-
Jadi BP BUMN, 12 Poin Penting Perubahan UU BUMN: Wamen Dilarang Jadi Komisaris
-
Mulai Bangkit, Rupiah Makin Perkasa Lawan Dolar Amerika Serikat
-
Daftar Konglomerat Kelas Kakap yang Beli Patriot Bond, Ada Barito Hingga Djarum
-
Sah! Kementerian BUMN Berubah Jadi Badan Pengatur BUMN
-
Lowongan Kerja dan Gaji PT KAI Commuter Oktober 2025, Ada 8 Posisi Lulusan D3 dan S1
-
Kilang Minyak Dumai Kebakaran, Stok BBM Pertamina Gimana?
-
AI Jadi Kunci Efisiensi Bisnis, Produktivitas Perusahaan Bisa Naik 40 Persen
-
Uang Pensiun DPR Digugat, Berapa Nominal yang Diterima Pensiunan DPR per Bulan?