Suara.com - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan jumlah utang rafaksi minyak goreng pemerintah ke Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menembus Rp 1,1 triliun.
Utang tersebut terdiri dari utang produsen minyak goreng dan distributor yang mencapai Rp700 miliar dan utang kepada ritel sebesar Rp344 miliar.
"Jadi total tagihan rafaksi pada bulan Januari 2022 itu mencapai Rp 1,1 triliun," ungkap Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamanggala dalam konferensi pers terkait pembayaran rafaksi minyak goreng dikutip Kamis (11/5/2023).
Dalam kesempatan tersebut, dirinya menjelaskan, Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU) Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022, bahwa rafaksi minyak goreng yang dibayarkan adalah selisih antara Harga Acuan Keekonomian (HAK) dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Meski demikian, ketika Permendag Nomor 3 Tahun 2022 berubah, subsidi pembayaran rafaksi mulai tidak berlaku.
Permendag Nomor 6 Tahun 2022 sebagai pengganti Permendag Nomor 3 Tahun 2022 tidak mengatur subsidi lagi.
KPPU mencatat, pengusaha mengalami dua kali kerugian, yaitu; HAK yang awalnya Rp20.000 menjadi Rp17.260 dan selisih HAK dan HET yang ditetapkan pemerintah.
Pelaku usaha telah mengikuti ketentuan peraturan bahwa mereka meminta hak agar tagihan rafaksi diganti sesuai Permendag.
“Apakah kebijakan pemerintah ini mempertimbangkan efisiensi? Kami melihat kebijakan ini tidak pertimbangkan efisiensi, namun kebijakan pemerintah ini mempertimbangkan kepentingan publik dan kepentingan nasional, itu di mana harga minyak goreng capai lebih dari Rp 20.000,” jelasnya.
Baca Juga: Hati-hati Jika Lari dari Utang, Buya Yahya: Pasti kesusahan!
Lebih lanjut Mulyawan juga menyinggung rencana swalayan yang akan memboikot pembelian dan penjualan minyak goreng di ritel membuat harga minyak goreng kemasan premium meningkat.
KPPU merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengurangi ketidakpastian hukum dan mengurangi sentimen negatif di pasar yang akan merugikan konsumen dan pelaku usaha industri.
“Kami menyarankan kepada pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan untuk mengeluarkan regulasi yang mengatur pembayaran atau pelaksanaan pembayaran utang rafaksi tadi yang sudah diverifikasi pada Oktober 2022,” sarannya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 6 Shio Ini Diramal Paling Beruntung dan Makmur Pada 11 Desember 2025, Cek Kamu Salah Satunya?
- Kode Redeem FC Mobile 10 Desember 2025: Siap Klaim Nedved dan Gems Melimpah untuk Player F2P
Pilihan
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
Terkini
-
Purbaya Larang Bea Cukai Sumbangkan Pakaian Bekas Hasil Sitaan ke Korban Banjir Sumatra
-
Purbaya Sewot Teknologi AI Bea Cukai Dibandingkan dengan Milik Kemenkes: Tersinggung Gue!
-
Purbaya Butuh Rp 45 Miliar buat Investasi Teknologi AI di Pelabuhan
-
Tekan Impor LPG, ESDM Buka Wacana Beri Subsidi Penggunaan DME
-
Pengusaha Hotel Hingga Pedagang Pasar Resah Soal Wacana Kebijakan Rokok Baru
-
Menteri Purbaya Sindir Kinerja Bea Cukai: Orangnya Pintar-pintar, Tinggal Digebukin Aja
-
Minat BUMN Untuk IPO Makin Jauh, OJK dan BEI Mulai Ketar-ketir
-
Purbaya Resmikan 3 Teknologi AI Canggih di Pelabuhan, Biar Kerja Bea Cukai Tak Lagi Lambat
-
Kemenperin Umumkan Jurus Baru Agar Industri RI Bisa Bersaing Global
-
Investor Saham Makin Doyan Market Order, Nilai Transaksi Tembus Rp1 Triliun Per Hari