Suara.com - Menghadapi tantangan di bidang energi, PT Pertamina (Persero) berkomitmen untuk mendukung pemerintah Indonesia dan dunia dalam berkolaborasi untuk mencari solusi berbagai isu satu, diantaranya mengurangi efek dari gas rumah kaca (GRK) atau dekarbonisasi.
Untuk menjalankan dekarbonisasi, perusahaan harus mengubah cara operasional konvensional dan menjalankan usaha yang green operation. Hal ini sejalan dengan misi pemerintah Indonesia untuk mewujudkan net zero emission pada 2060.
Sejak beberapa tahun yang lalu, Pertamina mulai melakukan strategi penting untuk mengembangkan bahan bakar rendah karbon dan menggunakan energi baru terbarukan. Untuk menyiapkan bahan bakar rendah karbon dan energi baru terbarukan dibutuhkan persiapan panjang, mulai dari teknologi, ekonomi, hingga regulasi.
Ada beberapa hal yang membuat bahan bakar rendah karbon memiliki harga yang tinggi, yakni pertama, pengembangan teknologi dapat menurunkan belanja modal atau capex dan belanja operasional atau opex.
Kedua adalah saat mengembangkan produk baru, maka perlu ada pendekatan dari rantai pasokan yang lebih panjang hingga ekosistem secara keseluruhan. Kemudian ketiga, soal kemampuan ekonomi untuk merintis pengembangan produk, sehingga diperlukan regulasi untuk membuat permintaan atau demand.
Terakhir adalah kesiapan masyarakat sebagai konsumen maupun produsen dengan menaikkan kesadaran dan pendidikan. Keempat hal ini harus dijalankan dan dikembangkan secara bersama-sama dan Pertamina telah mulai merintis hal tersebut di tahun-tahun sebelumnya.
Pertamina Mulai Beralih ke BBM Ramah Lingkungan
Sebagai salah satu wujud nyata untuk beralih ke bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan, Pertamina mulai massif menggunakan B35 atau biodiesel. Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, menyebutkan penggunaan B35 atau biodiesel merupakan kewajiban yang sesuai dengan kebijakan, sehingga terjadi peningkatan permintaan secara bertahap.
Apalagi Indonesia menjadi satu di antara pemasok biofuel terbesar di dunia, dan sudah membangun industri biofuel sejak tahun 2008, mulai dari B5 hingga sekarang menjadi B35.
Baca Juga: Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF), Bukti Transisi Energi Industri Aviasi
Penggunan biofuel B35 dinilai dapat menekan impor solar. Jenis ramah lingkungan ini dapat mengurangi gas buang hingga 28 juta ton CO2 pada tahun 2022. Upaya ini akan terus dilakukan, yaitu melakukan peralihan ke BBM rendah karbon.
Pertamina sendiri sudah menyiapkan anggaran 15 persen dari total capex untuk mengembangkan portofolio bisnis yang ramah lingkungan. Anggaran dengan jumlah ini menjadikan Pertamina sebagai perusahaan dengan anggaran tertinggi, dibandingkan perusahaan energi lainnya.
“Saat ada permintaan, maka investasi akan mengalir. Ini sangat penting untuk biofuel, sustainable aviation fuel (SAF), hidrogen, amonia, dan sumber energi lainnya. Ini juga terkait dengan teknologi yang dapat mengolah bahan baku menjadi generasi kedua, mengatasi limbah dari bahan baku,” kata Nicke beberapa waktu lalu.
Selain itu, Pertamina juga mengembangkan produk BBM jenis pertamax untuk menjadi BBM ramah lingkungan, yakni Pertamax Green 95. Ini adalah BBM dengan bahan baku terbarukan yakni bioetanol 5 persen, dan produk ini bersinergi dengan PT Perkebunan Nusantara X (Persero) untuk menyiapkan bahan baku bioetanol.
PT Perkebunan Nusantara X ikut terlibat, karena bioetanol berasal dari molases tebu yang diproses menjadi etanol fuel grade. Produk anyar ini juga melibatkan 9.000 petani tebu dalam mewujudkannya.
Penggunaan bioetanol merupakan implementasi satu di antara pilar transisi energi Pertamina dan mendukung perubahan energi nasional memakai campuran bahan bakar nabati.
Berita Terkait
-
Transisi Energi Hijau, DPPU Adi Soemarmo Perdana Layani Pengisian Sustainable Aviation Fuel
-
Sustainable Aviation Fuel (SAF) Mengangkasa, Bioavtur Pertamina untuk Penerbangan Ramah Lingkungan
-
Pertamina Patra Niaga Lakukan Pengisian Perdana SAF untuk Penerbangan Komersil
-
Pertamina Trans Kontinental Kembangkan Pengelolaan Sampah Berbasis Energi Bersih
-
Nicke Widyawati Menjadi Bintang CSR di Indonesia Best Social Responsibility Awards (Besar) 2023
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
5 HP Tahan Air Paling Murah untuk Keamanan Maksimal bagi Pencinta Traveling
-
Rupiah Dijamin Stabil di Akhir Tahun, Ini Obat Kuatnya
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
Terkini
-
BI: Ekonomi Indonesia Bisa Tertekan Imbas Bencana Aceh-Sumatra
-
Rupiah Terus Tertekan, Dolar Amerika Melejit ke Level Rp16.700
-
Produsen CPO Genjot Produksi di Tengah Tingginya Konsumsi Domestik
-
IHSG Berbalik Perkasa di Kamis Pagi ke Level 8.700
-
10,5 Juta Orang Diproyeksikan Bakal Berlibur Naik Pesawat di Nataru
-
Penyaluran KUR Perumahan Tembus Rp3,5 Triliun di Akhir 2025
-
Harga Emas Antam Hari Ini Masih Kesulitan Tembus Level Rp2,5 Juta
-
Bank Indonesia : Pasokan Uang Tunai di Wilayah Bencana Sumatera Aman
-
Rupiah Dijamin Stabil di Akhir Tahun, Ini Obat Kuatnya
-
Harga Emas Pegadaian Hari Ini 18 Desember 2025: Galeri 24 dan UBS Naik Tajam!