Suara.com - McDonald’s mengaku boikot sangat membebani penjualan mereka dalam beberapa waktu terakhir. Walau mendapatkan peningkatan laba pada kuartal I 2024, sulit untuk mereka membuat penjualan kembali normal jikalau Israel masih melakukan agresi ke Palestina.
Hal ini disampaikan Chief Executive McDonald's, Chris Kempczinski. Ia berujar bahwa boikot yang diberlakukan di Timur Tengah dan negara muslim lainnya telah menurunkan penjualan di kelompok negara tersebut hingga 0,2%.
"Kami memperkirakan tidak akan ada perbaikan yang berarti dalam dampaknya sampai perang selesai," ucapnya dikutip AFP.
Penjualan McDonald’s anjlok pasca waralabanya di Israel Oktober tahun lalu mengumumkan telah memberi ribuan makanan gratis kepada tentara Israel. Langkah tersebut memicu amarah dan tindakan boikot terhadap brand waralaba itu di Timur Tengah.
Tak berhenti di sana, boikot turut terjadi di negara-negara muslim seperti Malaysia dan Indonesia dan juga di wilayah eropa, khususnya Prancis, yang populasi muslimnya tinggi.
Pihak McDonald’s menerangkan bahwa mayoritas restoran mereka di Timur Tengah beroperasi di bawah kesepakatan waralaba yang tidak mendapatkan investasi apa pun dari perusahaan induknya.
Hal ini dapat dilihat dari perbedaan sikap yang dilakukan oleh cabang McDonald’s lain di Kuwait dan Qatar yang berjanji untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Kedua cabang tersebut dikelola terpisah dari cabang di Israel.
"Sebagian besar restoran McDonald's di Timur Tengah dioperasikan berdasarkan perjanjian waralaba di mana induk perusahaan tidak menginvestasikan modalnya," tulis McDonald's dalam laporan sekuritasnya.
Selain karena boikot, penjualan McDonald’s turut terpengaruh karena adanya inflasi. Kempczinski menyebut inflasi membuat konsumen lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya.
Baca Juga: Imbas Boikot Produk Pendukung Israel, KFC Malaysia Tutup Sementara Lebih dari 100 Gerai
"Konsumen semakin melakukan diskriminasi terhadap setiap dolar yang mereka belanjakan karena mereka menghadapi kenaikan harga dalam belanja sehari-hari, yang memberikan tekanan pada industri," jelasnya.
Pernyataan senada turut disampaikan Chief Financial Officer, McDonald's Ian Borden. Ia mengatakan penjualan di Amerika Serikat negara lainnya tidak akan begitu kuat jikalau masih terjadi inflasi yang tinggi.
"Keterjangkauan jelas merupakan area dimana ekspektasi konsumen meningkat. Jelas (konsumen) terkena dampak inflasi terhadap seluruh barang dan jasa mereka," tutur Borden.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Emiten Milik Grup Bakrie-Salim dan Prajogo Pangestu, BRMS-BREN Resmi Menghuni Indeks MSCI
-
Pengusaha Sebut 3 Sektor yang Bisa Jadi Andalan Ekonomi RI di Masa Depan
-
Pakar Sebut 2 Kunci Utama untuk Pemerintah Bisa Capai Swasembada Energi
-
Ekonomi RI Tumbuh 5,12 Persen, BI: Konsumsi Rumah Tangga Makin Bergairah
-
Meski Kinerja Ekspor Moncer, Industri Hasil Tembakau Dapat Tantangan dari Rokok Ilegal
-
Pengusaha Ungkap Ternyata Ada Industri yang Sulit Rekrut Tenaga Kerja RI
-
Harga Emas Turun Lagi: Galeri 24 dan UBS Kompak Melemah di Pegadaian
-
PANI Laporkan Proyek Ambisius Berkapasitas 104 Ribu Orang
-
Komisaris Utama PHE Lapor LHKPN, Harta Kekayaan Tembus Rp3,08 Triliun
-
BREN Jadi 'Largest Addition' di MSCI, Apa Artinya Bagi Investor Indonesia?