Suara.com - Mengawali awal pekan ini, Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar AS. Hal ini setelah pasar masih konsolidasi meunggu hasil data-data ekonomi di Amerika Serikat.
Seperti dilansir dari Antara, Senin (13/5/2024), rupiah turun 25 poin atau 0,16 persen menjadi Rp16.072 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.047 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan berkonsolidasi di awal pekan menjelang pengumuman data penting inflasi konsumen dan produsen Amerika Serikat (AS) pada pekan ini.
"Rupiah mungkin masih akan berkonsolidasi dan berpotensi tertekan terhadap dolar AS hari ini karena pelaku pasar menantikan data penting inflasi konsumen dan produsen AS yang akan dirilis pekan ini," ujar Ariston.
Meskipun pasar meyakini bank sentral AS atau The Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuannya pada 2024, tapi The Fed juga tidak terburu-buru memangkas suku bunga acuannya.
Pelaku pasar terpaksa harus melihat data-data ekonomi dan pernyataan baru dari pejabat bank sentral untuk menguatkan ekspektasi mengenai masa depan suku bunga acuan AS.
Sikap The Fed yang masih belum yakin 100 persen untuk memangkas suku bunganya menyebabkan dolar AS masih berpotensi menguat terhadap nilai tukar lainnya, apalagi bila data AS masih menunjukkan hasil yang bagus.
"Pagi ini indeks dolar AS terlihat sedikit menguat dibandingkan penutupan akhir pekan lalu, 105,35 versus 105,31. Rupiah mungkin bisa sedikit melemah terhadap dolar AS hari ini," jelas dia.
Ia memprediksi, potensi pelemahan rupiah ke arah Rp16.080 per dolar AS, dengan support di kisaran Rp16.000 per dolar AS.
Baca Juga: Cadangan Devisa Dikuras Buat Tahan Jebloknya Rupiah, Bos BI: Ya Memang Wajarnya Gitu
Sementara, sentimen positif untuk rupiah datang dari dalam negeri yang mana pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) triwulan I 2024 masih mencetak angka di atas 5 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I 2024 tercatat 5,11 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), menjadi yang tertinggi sejak 2015.
Penyumbang utama ekonomi triwulan I 2024 dari sisi produksi berasal dari industri pengolahan, perdagangan, pertanian, konstruksi, serta pertambangan dan penggalian.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 7 Mobil Bekas di Bawah Rp50 Juta untuk Anak Muda, Desain Timeless Anti Mati Gaya
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah 50 Juta, Irit dan Bandel untuk Harian
- 5 Mobil Mungil 70 Jutaan untuk Libur Akhir Tahun: Cocok untuk Milenial, Gen-Z dan Keluarga Kecil
- 7 Sunscreen Mengandung Niacinamide untuk Mengurangi Flek Hitam, Semua di Bawah Rp60 Ribu
Pilihan
-
Trik Rahasia Belanja Kosmetik di 11.11, Biar Tetap Hemat dan Tetap Glowing
-
4 HP Memori 512 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer dan Konten Kreator
-
3 Rekomendasi HP Infinix 1 Jutaan, Speknya Setara Rp3 Jutaan
-
5 HP Layar AMOLED Paling Murah, Selalu Terang di Bawah Terik Matahari mulai Rp1 Jutaan
-
Harga Emas Naik Setelah Berturut-turut Anjlok, Cek Detail Emas di Pegadaian Hari Ini
Terkini
-
Ekonom Bongkar Strategi Perang Harga China, Rupanya Karena Upah Buruh Murah dan Dumping
-
Sosok Rahmad Pribadi: Dari Harvard Hingga Kini Bos Pupuk Indonesia
-
Laba SIG Tembus Rp114 Miliar di Tengah Lesunya Pasar Domestik
-
Sepekan, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1 Triliun
-
Laba Bank SMBC Indonesia Anjlok Jadi Rp1,74 Triliun
-
Produsen Indomie Kantongi Penjualan Rp90 Triliun
-
OJK Bongkar Maraknya Penipuan Digital, Banyak Pelaku Masih Berusia Muda
-
Bank Mega Syariah Catat Dana Kelolaan Wealth Management Tembus Rp 125 Miliar
-
Pertamina Tindak Lanjuti Keluhan Konsumen, Lemigas Beberkan Hasil Uji Pertalite di Jawa Timur
-
Naik Tips, OCBC Nisp Catat Laba Rp3,82 Triliun