Suara.com - PT Jasa Raharja bersama Korlantas POLRI, dan Akademisi UGM mengadakan diskusi dengan topik “Implementasi Program Jaminan Perlindungan Dasar Korban Kecelakaan Penumpang Umum dan Lalu Lintas Jalan dalam Ruang Lingkup Undang-Undang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan”.
Acara ini dihadiri oleh akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), perwakilan Korps Lalu Lintas (Korlantas) POLRI, serta perwakilan Kementerian Keuangan. Diskusi dipimpin langsung oleh Direktur Utama PT Jasa Raharja Rivan A. Purwantono dan dihadiri pula oleh Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Jasa Raharja, Harwan Muldidarmawan.
Diskusi ini membahas tentang penguatan peran jaminan perlindungan terhadap korban kecelakaan lalu lintas jalan, termasuk peningkatan cakupan perlindungan bagi korban kecelakaan dan harmonisasi regulasi terkait.
Dalam sambutannya, Rivan menegaskan pentingnya sistem perlindungan yang komprehensif dan berkeadilan untuk melindungi masyarakat Indonesia.
“Kecelakaan lalu lintas bukan hanya persoalan individu, tetapi juga berdampak pada perekonomian nasional. Berdasarkan Perpres 1/2022 tentang Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK), kecelakaan lalu lintas berkontribusi terhadap penurunan 2,9—3,1% Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, sistem perlindungan harus terus diperkuat agar dapat memberikan manfaat optimal bagi masyarakat,” ujar Rivan ditulis Kamis (13/2/2025).
Data Jasa Raharja mencatat bahwa sepanjang tahun 2023 terjadi 27.000 kecelakaan dengan korban meninggal dunia, sementara pada tahun 2024 jumlah kecelakaan lalu lintas mencapai 150.906 kasus dengan 24.000 korban meninggal dunia.
Rivan juga menyoroti pentingnya asuransi sosial dalam sistem perlindungan ini, mengingat 9% dari total kecelakaan melibatkan penumpang angkutan umum.
“Sebagai bagian dari holding perasuransian BPUI, peran PT Jasa Raharja sebagai asuransi sosial perlu ditegaskan. PP 20/2020 tidak menyebut aspek ini, sehingga OJK menetapkan Jasa Raharja sebagai asuransi umum. Padahal, dalam UU 22/2009, perlindungan dasar terhadap korban kecelakaan, termasuk tanggung jawab pihak ketiga (TPL), sangat penting. Ke depan, perlindungan tidak hanya mencakup cedera tubuh (bodily injury), tetapi juga kerugian material (property damage),” tambah Rivan.
Sementara itu dalam sambutannya, Ronald Jusuf, Analis Kebijakan Ahli Madya dari Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menekankan perlunya harmonisasi antara Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta regulasi lainnya.
Baca Juga: Jasa Raharja dan Korlantas POLRI Lakukan Survei Jalur Tol Cipularang, Periksa Titik Rawan
“Jasa Raharja merupakan model asuransi sosial di Indonesia dengan prinsip risk pooling, di mana masyarakat bergotong royong dalam menanggung risiko kecelakaan. Pendekatan ini berbeda dengan asuransi umum yang berbasis risk transfer. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa regulasi yang ada dapat mengakomodasi perlindungan yang optimal bagi masyarakat,” jelas Ronald.
Dalam diskusi ini, Direktur Keamanan dan Keselamatan (Dirkamsel) Korlantas Polri, Brigjen Pol. Dr. Bakharuddin Muhammad Syah, S.I.K., M.Si., lebih menyoroti urgensi revisi UU LLAJ yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
“Setiap tahun, UU LLAJ selalu menjadi topik revisi, baik oleh DPR maupun Kementerian Perhubungan. Salah satu aspek penting yang perlu dibahas adalah asuransi bagi mitra pengemudi transportasi online. Mereka memiliki pendapatan tinggi tetapi belum memberikan kontribusi perlindungan kepada negara dan masyarakat,” ujar Bakharuddin.
Selain pemaparan dari Jasa Raharja, BKF, dan Korlantas Polri, akademisi UGM juga memberikan pandangan kritis terkait aspek hukum dan regulasi jaminan perlindungan kecelakaan.
Prof. Dr. Nurhasan Ismail, M.Si. menekankan perlunya memperjelas perbedaan antara asuransi wajib dan asuransi sosial dalam regulasi yang akan datang.
“Asuransi sosial merupakan program negara yang bersifat wajib untuk menjamin kesejahteraan masyarakat. Jika program asuransi wajib memang menjadi kebutuhan nasional, maka harus ditegaskan dalam UU LLAJ agar tidak menimbulkan interpretasi yang membingungkan di kemudian hari,” tutur Prof. Nurhasan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Kemnaker Waspadai Regulasi Ketat IHT, Risiko PHK Intai Jutaan Pekerja Padat Karya
-
Tahapan Pengajuan KPR 2026, Kapan Sertifikat Rumah Diserahkan?
-
Harga Emas Antam Naik Konsisten Selama Sepekan, Level Dekati 2,5 Jutaan
-
Inilah PT Tambang Mas Sangihe yang Ditolak Helmud Hontong Sebelum Meninggal Dunia
-
Pilihan Baru BBM Ramah Lingkungan, UltraDex Setara Standar Euro 5
-
Pelanggan Pertamina Kabur ke SPBU Swasta, Kementerian ESDM Masih Hitung Kuota Impor BBM
-
Kementerian ESDM Larang SPBU Swasta Stop Impor Solar di 2026
-
59 Persen Calon Jamaah Haji Telah Melunasi BIPIH Melalui BSI
-
Daftar Lengkap Perusahaan Aset Kripto dan Digital yang Dapat Izin OJK
-
CIMB Niaga Syariah Hadirkan 3 Produk Baru Dorong Korporasi