Suara.com - Sebuah penelitian terbaru dari Brighton and Sussex Medical School (BSMS), yang didukung Dewan Riset Medis Inggris, Wellcom, Universitas Britol, Penelitian Kanker Inggris, dan Masyarakat untuk Studi Kecanduan, membuktikan bahwa perokok dewasa yang memahami produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik atau vape, produk tembakau yang dipanaskan, serta kantong nikotin merupakan produk yang minim risiko terhadap kesehatan, memiliki peluang untuk beralih dan bahkan berhenti merokok.
Namun, informasi keliru mengenai produk tembakau alternatif tersebut yang dianggap lebih berbahaya dibandingkan rokok, menyebabkan terhambatnya perokok dewasa beralih dari kebiasaannya.
Riset ini melibatkan 687 perokok dewasa muda (23-24 tahun) di Inggris. Mereka tidak menggunakan rokok elektronik saat dimulainya penelitian. Hasilnya, 220 responden (32 persen) tetap merokok dan tidak beralih ke rokok elektronik. Lalu sekitar 253 responden (37 persen) berhenti merokok dan tidak menggunakan rokok elektronik.
Selanjutnya 93 responden (14 persen) berhenti merokok dan beralih ke rokok elektronik. Terakhir, sebanyak 121 responden (18 persen) masuk dalam kategori dual users. Hasil penelitian ini sekaligus menunjukkan masih banyaknya perokok dewasa yang memiliki pemahaman keliru terhadap rokok elektronik.
Profesor Madya Kesehatan Masyarakat di BSMS sekaligus penulis utama penelitian, Dr. Katherine East, mengatakan salah persepsi tentang rokok elektronik merupakan faktor yang menghalangi perokok dewasa untuk beralih ke produk rendah risiko tersebut.
“Banyak informasi yang salah beredar bahwa rokok elektronik sama buruknya dengan merokok atau bahkan lebih buruk. Meskipun rokok elektronik bukan tanpa risiko, bukti menunjukkan rokok elektronik jauh lebih tidak berbahaya daripada merokok dan dapat membantu orang untuk berhasil berhenti merokok,” ungkap Dr. Katherine, seperti dikutip Selasa (18/3/2025).
Dr. Katherine pun menyayangkan misinformasi tentang bahaya rokok elektronik terus meningkat sehingga menyebabkan banyak perokok dewasa ragu untuk beralih merokok. Kesalahpahaman tersebut dapat menghambat upaya pengurangan dampak kesehatan akibat merokok. Sebab, perokok yang seharusnya memiliki peluang untuk berhenti justru tetap bertahan dengan kebiasaan buruknya.
“Di Inggris pada tahun 2024, 85 persen orang dewasa yang merokok memiliki kesalahan persepsi dan menganggap bahwa rokok elektronik sama atau lebih berbahaya daripada merokok atau tidak mengetahui bahaya relatifnya. Angka tersebut meningkat dari 59 persen di sepuluh tahun sebelumnya," ujar Dr. Katherine.
Ann McNeill, penulis dan profesor kecanduan tembakau dari King’s College London, menambahkan merokok sangat berbahaya bagi kesehatan. Namun, kebanyakan perokok dewasa tidak mengetahui rokok elektronik rendah risiko dan dapat membantu untuk berhenti merokok.
Baca Juga: Pertani Tembakau Buka-bukaan Efek Ganda Kebijakan Kemasan Rokok Polos
“Studi kami ini menunjukkan pentingnya mengatasi kesalahan persepsi rokok elektronik di kalangan perokok,” kata dia.
Di sisi lain, Dr. Jasmine Khouja, penulis senior, program epidemiologi kanker integratif di Tobacco and Alcohol Research Group (Inggris), menyoroti perlu adanya intervensi untuk memperbaiki mispersepsi tentang rokok elektronik yang saat ini diamati di kalangan para perokok.
"Studi kami menunjukkan bahwa keyakinan ini dapat menghalangi sebagian orang untuk beralih dari merokok ke rokok elektronik sebagai alternatif yang rendah risiko,” ucapnya.
Oleh karena itu, lanjut Dr. Jasmine, diperlukan edukasi yang lebih luas untuk memberikan informasi akurat mengenai perbandingan risiko antara rokok elektronik dan merokok. Hal tersebut guna membantu perokok mengambil keputusan lebih tepat bagi kesehatannya.
“Penting bagi perokok untuk memahami bahwa meskipun rokok elektronik bukan tanpa risiko, beralih ke rokok elektronik dapat secara drastis mengurangi risiko mereka terkena penyakit akibat merokok," tuturnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
-
Menkeu Purbaya Pamer Topi '8%' Sambil Lempar Bola Panas: Target Presiden, Bukan Saya!
Terkini
-
Pemerintah Dorong Investasi Lab & Rapid Test Merata untuk Ketahanan Kesehatan Nasional
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Transaksi Belanja Online Meningkat, Bisnis Logistik Ikut Kecipratan
-
Regulator Siapkan Aturan Khusus Turunan UU PDP, Jamin Konsumen Aman di Tengah Transaksi Digital
-
Kredit BJBR Naik 3,5 Persen, Laba Tembus Rp1,37 Triliun
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
MedcoEnergi Umumkan Pemberian Dividen Interim 2025 Sebesar Rp 28,3 per Saham
-
Penyeragaman Kemasan Dinilai Bisa Picu 'Perang' antara Rokok Legal dan Ilegal
-
Meroket 9,04 Persen, Laba Bersih BSI Tembus Rp 5,57 Triliun di Kuartal III-2025