Suara.com - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi dalam negeri ketika menanggapi berbagai keluhan yang dilayangkan oleh Amerika Serikat (AS) di tengah proses negosiasi tarif perdagangan yang sedang berlangsung.
Menurut Trubus, pemerintah Indonesia perlu bersikap bijak dan tenang dalam menghadapi keluhan-keluhan dari AS. Sejalan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, Indonesia tidak harus serta merta mengikuti semua permintaan atau keluhan yang diajukan oleh AS.
"Pemerintah Indonesia perlu menyikapi keluhan-keluhan AS ini secara bijak dan tenang, sebagaimana politik luar negeri bebas aktif yang dianut oleh pemerintah Indonesia maka dalam hal ini apa yang semuanya dikeluhkan atau diminta oleh AS tersebut tidak perlu semuanya diikuti oleh Indonesia," ujar Trubus, dikutip via Antara pada Selasa (22/4/2025).
Pernyataan ini disampaikan Trubus menanggapi kontroversi terkait kritikan pemerintah AS terhadap kebijakan standar nasional kode pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang digagas oleh Bank Indonesia (BI).
AS menilai kedua kebijakan ini sebagai penghambat perdagangan dan menjadi pertimbangan dalam negosiasi tarif timbal balik yang saat ini sedang berjalan.
"Menurut saya keluhan-keluhan Amerika Serikat tersebut sudah offside dan terkesan terlalu mencampuri kebijakan perekonomian domestik Indonesia," katanya.
Ia juga menyarankan agar Indonesia harus mengambil kebijakan yang berkeadilan dalam arti bahwa terkait konteks ini perundingan tarif dengan AS harus lebih banyak memprioritaskan untuk melindungi kepentingan industri dalam negeri.
"Kalau mengenai pasar ekspor ke AS, harusnya negara mencari pasar ekspor baru agar tidak terlalu tergantung pada AS. Di samping itu, keluhan-keluhan AS tersebut hanya bersifat sementara dan sangat politis dikarenakan belum tentu Presiden AS berikutnya mau melanjutkan kebijakan yang dijalankan oleh Donald Trump," kata Trubus.
Kritik pemerintah AS terhadap kedua kebijakan BI tersebut tertuang dalam laporan National Trade Estimate (NTE) yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) pada 31 Maret 2025.
Baca Juga: Pemain Timnas Indonesia Berprestasi Raih Juara Piala KNVB
Dalam laporannya, USTR menyoroti implementasi QRIS yang diatur dalam Peraturan BI No. 21/2019. USTR menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank, menyampaikan kekhawatiran terkait proses penyusunan kebijakan QRIS.
BI dinilai tidak memberikan kesempatan yang memadai bagi para pemangku kepentingan internasional untuk menyampaikan pandangan mereka, termasuk bagaimana sistem QRIS dirancang agar dapat berinteraksi dengan lancar dengan sistem pembayaran yang sudah ada secara global.
Selain QRIS, USTR juga mengkritik kebijakan GPN yang diatur dalam Peraturan BI No. 19/08/2017. Kebijakan ini mewajibkan seluruh transaksi debit dan kredit ritel domestik untuk diproses melalui lembaga switching GPN yang beroperasi di Indonesia dan memiliki izin dari BI. USTR juga menyoroti adanya pembatasan kepemilikan asing maksimal 20% bagi perusahaan yang ingin memperoleh izin switching untuk berpartisipasi dalam GPN.
Lebih lanjut, AS juga mempermasalahkan kewajiban bagi perusahaan asing untuk menjalin perjanjian kerja sama dengan switch GPN Indonesia yang berizin jika ingin memproses transaksi ritel domestik melalui GPN.
Selain itu, perjanjian kerja sama tersebut harus mendapatkan persetujuan dari BI, di mana salah satu persyaratan persetujuan adalah perusahaan mitra asing harus mendukung pengembangan industri dalam negeri, termasuk melalui transfer teknologi.
Menanggapi hal ini, Trubus Rahadiansyah berpendapat bahwa keluhan-keluhan AS tersebut sudah keluar jalur dan terkesan terlalu mencampuri kebijakan ekonomi domestik Indonesia.
Berita Terkait
-
Dari Bangku Cadangan Hadapi Cristiano Ronaldo: Comeback Mengejutkan Sandy Walsh
-
Jay Idzes: Di Ruang Ganti Suasananya Agak Sulit
-
IHSG Diprediksi Bisa Terkoreksi Hari Ini, Simak Saham-saham Pilihan
-
Alex Pastoor Temui Emil Audero di Palermo: Pertemuan yang Berharga
-
Viral Sikap Sopan Jay Idzes Tolak Tawaran Martabak WNI di Italia
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- 7 Sunscreen yang Wudhu Friendly: Cocok untuk Muslimah Usia 30-an, Aman Dipakai Seharian
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 23 Oktober 2025: Pemain 110-113, Gems, dan Poin Rank Up Menanti
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Bahlil Dorong Hilirisasi Berkeadilan: Daerah Harus Nikmati Manfaat Ekonomi Lebih Besar
-
ESDM Perkuat Program PLTSa, Biogas, dan Biomassa Demi Wujudkan Transisi Energi Hijau untuk Rakyat
-
Lowongan Kerja PT Surveyor Indonesia: Syarat, Jadwal dan Perkiraan Gaji
-
Profil BPR Berkat Artha Melimpah, Resmi di Bawah Kendali Generasi Baru Sinar Mas
-
BI Sebut Asing Bawa Kabur Dananya Rp 940 Miliar pada Pekan Ini
-
BI Ungkap Bahayanya 'Government Shutdown' AS ke Ekonomi RI
-
Pensiunan Bisa Gali Cuan Jadi Wirausahawan dari Program Mantapreneur
-
Sambungan Listrik Gratis Dorong Pemerataan Energi dan Kurangi Ketimpangan Sosial di Daerah
-
Bank Indonesia Rayu Apple Adopsi Pembayaran QRIS Tap
-
Profil Cucu Eka Tjipta Widjaja yang Akusisi PT BPR Berkat Artha Meimpah