Suara.com - Gelombang penutupan gerai ritel besar yang melanda Indonesia memaksa Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengambil langkah taktis.
Menyikapi fenomena mengkhawatirkan ini, Kemendag berencana melakukan evaluasi dan harmonisasi regulasi yang mengatur distribusi barang secara konvensional dan perdagangan melalui sistem elektronik (PSME). Langkah ini dipandang sebagai upaya krusial untuk memitigasi kerugian lebih lanjut yang dialami para pelaku usaha ritel di Tanah Air.
Direktur Bina Usaha Perdagangan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Septo Soepriyatno seperti menukil Antara di Jakarta, Rabu (7/5/2025), mengungkapkan keseriusan pihaknya dalam merespons dinamika pasar ritel yang berubah dengan cepat. "Dalam waktu dekat ini, kami tengah berupaya untuk melakukan beberapa langkah strategis, yakni evaluasi dan harmonisasi regulasi terkait distribusi barang secara konvensional dan perdagangan melalui sistem elektronik," tegas Septo.
Langkah harmonisasi ini menjadi krusial mengingat pergeseran perilaku konsumen yang semakin signifikan ke platform digital. Regulasi yang tidak sinkron antara toko fisik dan e-commerce dinilai menjadi salah satu faktor yang memperlebar jurang persaingan dan menyulitkan peritel konvensional untuk bertahan.
Selain penataan regulasi, Kemendag juga akan memperkuat kolaborasi erat antara pemerintah dan asosiasi peritel nasional. Septo menjelaskan bahwa dialog rutin akan terus digalakkan untuk membahas secara mendalam peluang dan tantangan bisnis ritel di era digital ini. Sinergi antara regulator dan pelaku usaha diharapkan dapat menghasilkan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, Kemendag tidak hanya fokus pada penataan regulasi. Pihaknya juga berkomitmen untuk memfasilitasi dan memberikan pendampingan berbasis data kepada para pelaku usaha ritel. Tujuannya jelas, agar para peritel, terutama yang berskala kecil dan menengah, lebih siap beradaptasi dengan ekosistem digital yang terus berkembang pesat. Pendampingan ini diharapkan dapat membantu mereka mengoptimalkan platform online, memahami perilaku konsumen digital, dan mengimplementasikan strategi pemasaran yang efektif di era serba digital.
Sebagai upaya mitigasi tambahan, Kemendag juga akan terus menggalakkan promosi belanja lokal dan gerakan nasional untuk berbelanja di dalam negeri secara berkelanjutan. Langkah ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta dan loyalitas konsumen terhadap produk lokal, sekaligus memberikan dukungan bagi keberlangsungan usaha ritel di berbagai skala.
Septo kemudian memaparkan beberapa faktor utama yang menjadi penyebab utama tumbangnya gerai-gerai besar modern di Indonesia. Faktor pertama dan paling signifikan adalah perubahan preferensi konsumen dalam berbelanja. Era belanja bulanan dalam jumlah besar di hipermarket kini mulai ditinggalkan.
"Menurut dia, konsumen sudah tidak lagi melakukan belanja bulanan dalam jumlah besar, seperti yang dahulu dilakukan pengunjung saat ke gerai besar modern. Saat ini, konsumen lebih memilih untuk belanja rutin harian di minimarket atau warung kelontong tradisional terdekat," jelas Septo. Faktor kemudahan akses dan kedekatan menjadi pertimbangan utama konsumen saat ini.
Baca Juga: Dua Tersangka Buat Perusahaan Fiktif untuk Sulap Uang Panas Judol, Polisi Sita Rp530 M dan Mercy
Selain itu, konsumen juga menjadi lebih selektif dan berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka. Prioritas kini bergeser pada pembelian barang yang benar-benar dibutuhkan, bukan sekadar keinginan sesaat. Hal ini tentu berdampak pada omzet gerai besar yang mengandalkan volume penjualan produk yang beragam.
Faktor krusial lainnya adalah perilaku belanja generasi muda, terutama Generasi Z dan Milenial, yang lebih terhubung secara digital. Mereka cenderung memilih berbelanja kebutuhan rumah tangga secara daring karena dinilai lebih praktis, mudah, dan seringkali menawarkan harga yang lebih murah. Kemudahan berbelanja dari mana saja dan kapan saja menjadi daya tarik utama e-commerce bagi generasi digital native ini.
"Kondisi tersebut mengakibatkan toko swalayan dengan luas lantai penjualan yang besar seperti Hypermarket tidak dapat bersaing karena omzet menurun, yang pada akhirnya tidak dapat menutup biaya operasional," pungkas Septo.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
Terkini
-
Menkeu Purbaya Buka Lowongan Kerja Besar-besaran, Lulusan SMA Bisa Melamar jadi Petugas Bea Cukai
-
Pajak UMKM 0,5 Persen Bakal Permanen? Purbaya: Tapi Jangan Ngibul-ngibul Omzet!
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Aguan Punya Mal Baru Seluas 3,3 Hektare, Begini Penampakkannya
-
Gudang Beku Mulai Beroperasi, BEEF Mau Impor 16.000 Sapi Tahun Depan
-
Proses Evaluasi Longsor di Tambang PT Freeport Selesai Antara Maret atau April
-
Bahlil Dorong Freeport Olah Konsentrat Tembaga Amman
-
Purbaya Pesimis DJP Bisa Intip Rekening Digital Warga Tahun Depan, Akui Belum Canggih
-
Sempat Tolak, Purbaya Akhirnya Mau Bantu Danantara Selesaikan Utang Whoosh
-
Purbaya Duga Pakaian Bekas Impor RI Banyak dari China, Akui Kemenkeu Lambat Tangani