Suara.com - Bank Indonesia (BI) terus menjaga likuiditas perbankan terjaga dengan aman, salah satunya dengan memperbolehkan perbankan mendapatkan pendanaan dari utang luar negeri (ULN) lebih banyak untuk meningkatkan penyaluran kredit.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) Bank Indonesia (BI) Solikin M. Juhro menyampaikan ini menjadi tantangan sekaligus alasan bank sentral meningkatkan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari maksimum 30% menjadi 35% dari modal bank.
"Tantangan itu harus kita atasi dengan berbagai kebijakan. Kalau begitu, kita perkuat likuiditasnya, kita perkuat juga kemampuan dia untuk memperoleh funding, asal utangnya produktif," kata Solikin dalam Taklimat Media, Senin 26 Mei 2025.
Untuk itu, BI pun membuat kebijakan RPLN yang akan berlaku efektif sejak 1 Juni 2025. Kebijakan ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi baru
"Kondisi makronya nanti dampak akhirnya pada PDB (produk domestik bruto) itu sekitar di atas satu tahun,” katanya.
Menurutnya, kebijakan ini dirancang agar perbankan tidak hanya bergantung pada dana murah di pasar domestik, yang kini semakin kompetitif dan mendorong naiknya special rate.
Dengan adanya RPLN, bank memiliki opsi untuk mencari sumber pembiayaan lain yang lebih efisien dari luar negeri.
“Dengan ini, bank yang tidak bisa bersaing dalam special rate dalam negeri bisa ambil dari pinjaman luar negeri,” bebernya.
Tak hanya itu, dampak dari penurunan suku bungaacuan atau BI-Rate terhadap perekonomian nasional memerlukan waktu sekitar satu setengah tahun untuk terasa sepenuhnya.
Baca Juga: BI Ungkap Efek Penurunan Suku Bunga Acuan ke Ekonomi Butuh Waktu Lebih dari 1 Tahun
Menurut Solikin, transmisi suku bunga dari BI-Rate ke berbagai segmen pasar keuangan memiliki rentang waktu yang berbeda.
Transmisi ke pasar uang cenderung lebih singkat, yakni sekitar 2-3 bulan.
Sementara itu, dampaknya ke suku bunga dana perbankan memerlukan waktu sekitar enam bulan, dan ke suku bunga kredit perbankan membutuhkan waktu sekitar satu tahun.
"Kemudian ke ekonomi itu sekitar satu setengah tahun,” jelas Solikin
Sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Januari 2025, BI mencatat adanya penurunan pada suku bunga pasar uang.
Suku bunga IndONIA terus menurun menjadi 5,77 persen pada 20 Mei 2025, dari posisi awal 6,03 persen pada awal Januari 2025.
Demikian pula, suku bunga Surat Berharga Bank Indonesia (SRBI) untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun signifikan.
Pada 16 Mei 2025, SRBI tenor 6 bulan turun dari 7,16 persen menjadi 6,40 persen; tenor 9 bulan dari 7,20 persen menjadi 6,44 persen; dan tenor 12 bulan dari 7,27 persen menjadi 6,47 persen.
Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) juga menunjukkan tren serupa, dengan tenor 2 tahun menurun dari 6,96 persen menjadi 6,16 persen, dan tenor 10 tahun menurun dari 6,98 persen menjadi 6,84 persen.
Namun, di tengah penurunan suku bunga acuan dan pasar uang, suku bunga perbankan masih menunjukkan respons yang relatif lambat.
Suku bunga deposito satu bulan per April 2025 tercatat 4,83 persen, sedikit meningkat dari 4,81 persen pada awal Januari 2025.
Hal serupa terjadi pada suku bunga kredit perbankan, yang tercatat 9,19 persen pada April 2025, relatif stagnan dibandingkan 9,20 persen pada awal Januari 2025.
Kondisi tersebut mengindikasikan adanya jeda waktu atau faktor lain yang membuat transmisi kebijakan moneter ke sektor perbankan domestik belum sepenuhnya efektif.
Selain RPLN, BI juga melakukan penyesuaian pada rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM).
Rasio PLM untuk Bank Umum Konvensional (BUK) diturunkan sebesar 100 bps, dari lima persen menjadi empat persen, dengan fleksibilitas repo sebesar empat persen.
Sementara itu, rasio PLM syariah untuk Bank Umum Syariah (BUS) diturunkan sebesar 100 bps, dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen, dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5 persen.
Penurunan rasio PLM ini juga bertujuan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, dan berlaku efektif sejak 1 Juni 2025.
Langkah-langkah kebijakan makroprudensial ini menunjukkan upaya BI untuk mendukung pertumbuhan kredit dan menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah dinamika transmisi suku bunga dan tantangan ekonomi global.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Viral Murid SD Kompak Tolak Makan Gratis, Anak-Anak Jujur Masalahnya di Menu?
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP 5G Murah di Bawah Rp3 Juta Tebaru September 2025
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
Terkini
-
Menkeu Baru Diingatkan Buat Kebijakan Realistis, INDEF: Belanja Negara Perlu Ditata Ulang
-
IHSG Berbalik Rebound di Sesi I, Apa Pemicunya?
-
Thaksin Shinawatra Dipenjara Karena Korupsi, Danantara Angkat Bicara Soal Perannya
-
UMKM Kombucha Beromzet Nasional Lahir dari BRILiaN, Inisiatif Hebat BRI untuk Pengusaha Muda
-
PM Qatar Sebut Netanyahu Orang Narsis Tanpa Moral Usai Israel Serang Doha
-
Investasi Aman di BRI: Beli Sukuk Ritel Dapat Cashback Hingga Rp17 Juta
-
Promo Attack Chicken KFC Cuma Rp10.909 Tiap Rabu di Bulan September!
-
Adu Cepat! 5 Link DANA Kaget Pagi Ini Diserbu, Saldo Ratusan Ribu Langsung Cair
-
Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
-
Biar Nggak Dibobol Maling, Brad Pitt Pilih Beli Rumah Senilai Rp 198 Miliar