Suara.com - Pemerintah memastikan, kebijakan deregulasi ketentuan impor untuk 10 jenis komoditas tidak akan membuat kas penerimaan negara "tekor" alias merosot.
Deregulasi ini berfokus pada penyederhanaan perizinan, bukan pemangkasan bea masuk, sehingga takkan menggerus pendapatan negara.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa kebijakan deregulasi tahap pertama ini hanyalah "penyederhanaan ketentuan perizinan" terhadap 482 barang dari 10 komoditas impor.
"Terkait penerimaan negara, ini kan kebijakannya yang kita tangani masalah birokrasi, perizinan, kita tidak mengumumkan tarif bea masuk," ucap Airlangga saat konferensi pers di Kantor Kementerian Perdagangan, Senin (30/6/2025).
Lebih lanjut, Airlangga memaparkan bahwa skema bea masuk untuk komoditas-komoditas tersebut masih menggunakan aturan yang sama seperti sebelumnya. Dengan demikian, kebijakan deregulasi ini semata-mata bertujuan mengakomodasi kebutuhan akan Hambatan Non-Tarif (Non-tariff measures/NTMs) yang selama ini menjadi ganjalan.
"Sehingga tidak ada akibat ke penerimaan negara. Akibatnya hanya terkait penanganan biaya tinggi dan percepatan proses," tegasnya, memupus kekhawatiran akan jebolnya penerimaan negara.
Kebijakan deregulasi tahap pertama ini akan diresmikan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025, yang merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Berikut 10 komoditas yang tak lagi perlu memerlukan persetujuan impor:
1. Produk Kehutanan: Sebanyak 441 kode HS kini tak lagi memerlukan persetujuan impor berupa deklarasi impor dari Kementerian Kehutanan.
Baca Juga: Sempat Molor, Revisi Permendag Nomor 8 Akhirnya Terbit
2. Pupuk Bersubsidi: 7 kode HS pupuk bersubsidi kini bebas dari persyaratan persetujuan impor berupa peraturan teknis dari Kementerian Pertanian.
3. Bahan Bakar Lain: 9 kode HS bahan bakar lainnya kini tak lagi butuh persetujuan impor berupa pertek dari Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian.
4. Bahan Baku Plastik: 1 kode HS bahan baku plastik kini tak lagi terbebani izin non-pertek.
5. Sakarin, Siklamat, Preparat Bau-bauan Mengandung Alkohol: Untuk 6 kode HS ini, persetujuan impor dari Kementerian Perindustrian tak lagi diperlukan, cukup dengan laporan surveyor.
6. Bahan Kimia Tertentu: 2 kode HS bahan kimia tertentu kini hanya butuh laporan surveyor, menghapus kebutuhan persetujuan impor berupa pertek dari Kementerian Perindustrian.
7. Mutiara: 4 kode HS mutiara kini hanya memerlukan laporan surveyor, tak lagi wajib persetujuan impor berupa pertek dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Awal Oktober Merah, IHSG Dihantam Aksi Profit Taking Saham Big Caps
-
Menkeu Purbaya Optimistis Ekonomi Tumbuh 5,5 Persen
-
Pemerintah Kembali Beri Diskon Gila-gilaan Tarif Angkutan untuk Libur Nataru
-
Kampanye ESG Dimulai dari Lingkungan Kantor, Telkom Gelar Tenant Day
-
SPBU Swasta Kompak Naikkan Harga Per 1 Oktober
-
PPPK Paruh Waktu Berstatus ASN? Ini Skema Gaji, Tunjangan, dan Jenjang Karir
-
Permata Bank Rombak Jajaran Direksi: Eks CIO HSBC India Jadi Amunisi Baru!
-
Harga BBM Vivo, Shell, dan BP Naik: Update Harga BBM Semua SPBU Hari Ini
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Momen Menkeu Sindir Subsidi BBM Tidak Tepat: Sudah Ada DTSEN, Kenapa Tidak Dipakai?