Suara.com - Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman, mengungkapkan kondisi industri tembakau setelah adanya regulasi baru. Tertuama, adanya regulasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur soal peredaran dan penjualan produk hasil tembakau.
"Yang pasti ini ‘kan ruang geraknya dibatasi dan membuat ruang gerak industri terbatas. Jadi kalau penjualan nanti menjadi turun, pasti serapan bahan baku juga turun, sehingga berdampak ke para petani. Kemungkinan akan ada pengurangan tenaga kerja juga. Itu sudah umum," ujarnya di Jakarta, Sabtu (19/7/2025).
Meskipun kebijakan ini secara eksplisit menargetkan sektor hilir, Budhyman menegaskan bahwa dampaknya pasti merembet ke sektor hulu.
Ia juga mempertanyakan dasar hukum PP tersebut yang merujuk pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sementara Indonesia tidak pernah meratifikasi perjanjian internasional tersebut.
"Kalau melihat dari sisi kemandirian, kalau mengadopsi FCTC sebenarnya ‘kan sudah salah, karena kita tidak menandatangani (meratifikasi). Yang jelas industri tembakau ini kontribusinya sangat besar bagi negara," imbuhnya.
Selain itu, ia menyoroti proses penyusunan regulasi yang menurutnya tertutup dan tidak melibatkan pihak-pihak terdampak.
"PP 28/2024 itu tanpa kompromi sama kita, sama yang terdampak, padahal menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, regulator ini wajib mengikutsertakan pihak yang tertimpa di dalam proses regulasi. ‘Nah itu mereka nggak lakukan," katanya.
Menurut Budhyman, penolakan sudah datang dari seluruh lini ekosistem industri tembakau, termasuk petani, buruh, dan pedagang eceran.
"Kalau dilihat, hampir semua yang terdampak sudah bersuara, bereaksi. Dari hulu sampai hilirnya itu sudah bereaksi," ucapnya
Ia memperingatkan bahwa pemaksaan kebijakan tanpa dialog dan kompromi dapat memicu ketidakstabilan ekonomi, terutama di daerah yang bergantung pada industri tembakau.
Baca Juga: Produksi Petani Bulutana Naik 65 Persen Lewat PKT Berseri
"Pemerintah ‘kan sudah membuat PP. Artinya kalau penolakan datang dari berbagai pihak, minimal ada revisi, perbaikan atau bagaimana. Tapi memang dari proses awalnya juga sudah tidak ada meaningful participation dari publik," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Harga Minyak Melonjak: AS Sita Kapal Tanker di Lepas Pantai Venezuela
-
Sepanjang Semester I 2025, Perusahaan BUMN Lakukan Pemborosan Berjamaah Senilai Rp63,75 Triliun
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
Terkini
-
PT Tusam Hutani Lestari Punya Siapa? Menguasai Lahan Hutan Aceh Sejak Era Soeharto
-
Tren Kota Mandiri Menguat, Bisnis Properti Dianggap Masih Stabil
-
Harga Bawang dan Kebutuhan Dapur Naik, Minyak Goreng Tembus Rp22 Ribu per Liter
-
Harga Minyak Melonjak: AS Sita Kapal Tanker di Lepas Pantai Venezuela
-
Sepanjang Semester I 2025, Perusahaan BUMN Lakukan Pemborosan Berjamaah Senilai Rp63,75 Triliun
-
Tabungan Haji Bank Mega Syariah Capai Rp 324 Miliar, Apa Untungnya Bagi Nasabah?
-
Waspada Gangguan Lanjutan, Ini Alasan Sinkronisasi Listrik Aceh Tidak Bisa Cepat
-
Rupiah Mulai Bangkit, Didukung Pemangkasan Suku Bunga The Fed
-
Krisis BBM SPBU Swasta, Akankah Terulang Tahun Depan?
-
Harga Emas Antam Lebih Mahal Rp 15.000 Hari Ini, Jadi Rp 2.431.000 per Gram