Bisnis / Makro
Kamis, 11 September 2025 | 16:43 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) jadi solusi energi bersih dunia. (Photo by Pixabay/Pexels)
Baca 10 detik
  • Implementasi RUPTL Butuh Investasi Jumbo
  • Kapasitas Pembakit Listrik Ditargetkan Capai 68,5 Gigawatt
  • Profil Risiko RI Turun untuk Datangkan Investasi Jumbo
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Pemerintah bersama PT PLN (Persero) resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, peta jalan ambisius yang disebut-sebut sebagai RUPTL paling hijau sepanjang sejarah Indonesia.

Meski demikian, implementasi program ini berhadapan dengan tantangan besar, terutama kebutuhan investasi jumbo hingga Rp 3.000 triliun dan kepastian tumbuhnya permintaan listrik baru di berbagai sektor.

"RUPTL kali ini tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan listrik, tetapi juga meng-create demand, terutama di wilayah dengan potensi besar yang selama ini belum terwakili, seperti kawasan Indonesia Timur," ujar Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi dalam ajang Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 di Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lahan bekas tambang (Tom Fisk/Pexels)

Dalam kurun 10 tahun mendatang, pemerintah menargetkan tambahan kapasitas 69,5 gigawatt (GW). Dari angka tersebut, 76 persen atau 52,9 GW direncanakan bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) dan teknologi penyimpanan energi.

Angka ini hampir menyamai kapasitas pembangkit listrik yang telah dibangun sejak Indonesia merdeka, yakni sekitar 75 GW.

Namun, untuk menjaga kesinambungan bisnis sekaligus menopang agenda transisi energi, PLN menilai kunci keberhasilan ada pada penciptaan permintaan baru.

"Misalnya sektor perikanan di kawasan timur. Dengan menyiapkan cold storage berbasis listrik, otomatis akan memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus kebutuhan energi di sana," jelas Evy.

PLN mengidentifikasi setidaknya tiga motor utama pertumbuhan konsumsi listrik dalam dekade mendatang, yakni pendingin ruangan (AC), ekspansi pusat data berbasis artificial intelligence (AI), serta adopsi kendaraan listrik (EV).

Kebutuhan investasi Rp 3.000 triliun untuk mengembangkan pembangkit listrik EBT juga menuntut kepercayaan tinggi dari investor. Evy menegaskan PLN berupaya memperbaiki profil risiko sebagai bagian dari strategi menarik pendanaan.

Baca Juga: Cuan Maksimal! 5 Jurus Jitu Investasi Emas Biar Tabungan Tidak Cuma Numpang Lewat

"Risiko kita sudah turun dari 30,7 ke 27,4 atau kategori medium risk. Dengan perbaikan ini, peluang mendapatkan investor akan semakin terbuka," ujarnya.

Untuk mempercepat eksekusi proyek yang rata-rata memakan waktu 3–5 tahun, PLN memperkuat tiga aspek: pemetaan geospasial, pembentukan working group lintas sektor dengan project management office (PMO), serta keseimbangan antara proyek jangka pendek dan jangka panjang.

Load More