-
Rupiah berpotensi melemah menuju Rp17.000 karena ketidakpastian global
-
Ketegangan geopolitik dan kebijakan The Fed menekan nilai tukar rupiah
-
Isu Tax Amnesty juga menimbulkan sentimen negatif terhadap pasar domestik
Suara.com - Nilai tukar rupiah diramal akan menuju level terendah Rp 17.000 setelah krisis moneter. Hal tidak lepas dari ketidakpastian global yang menghantui perekonomian dunia.
"Rupiah berpotensi melemah ke arah Rp17.000 per dolar AS jika ketidakpastian global terus berlanjut dan isu tax amnesty menimbulkan respon negatif di pasar. Namun, stabilisasi bisa terjadi bila pemerintah mampu menjaga kepercayaan investor melalui konsistensi kebijakan fiskal," ujar Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, dalam keterangan tertulis, Jumat (26/9/2025).
Ia menjelaskan, pelemahan rupiah kali ini tidak lepas dari kombinasi faktor eksternal dan internal. Salah satunya adalah memanasnya ketegangan geopolitik di Eropa.
"Ketegangan geopolitik kembali meningkat setelah Presiden AS Donald Trump dalam pidatonya di PBB menyampaikan nada agresif terhadap Rusia. Trump memperingatkan negara-negara Eropa agar tidak membeli minyak Rusia dan membuka kemungkinan sanksi baru yang menargetkan energi," kata Ibrahim.
Menurutnya, meski belum ada langkah konkret, retorika tersebut meningkatkan ketidakpastian di pasar. Investor khawatir sanksi lebih keras akan mengganggu ekspor energi Rusia dan memicu pembalasan.
Di sisi lain, Ukraina juga terus menggencarkan serangan terhadap infrastruktur energi Rusia, membuat risiko suplai energi global semakin besar.
Selain geopolitik, kebijakan bank sentral AS juga ikut memberi tekanan. Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan keputusan suku bunga tetap bergantung pada data, tanpa jalur yang pasti.
Meskipun bias cenderung dovish, Powell menegaskan pelonggaran yang terlalu cepat bisa kembali memicu inflasi.
Dari sisi domestik, wacana pemerintah terkait pengampunan pajak (tax amnesty) jilid 3 juga menjadi sorotan pasar. DPR memasukkan RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas 2026, meski Menteri Keuangan menegaskan tidak mendukung kebijakan tersebut karena berisiko merusak kredibilitas pemerintah dalam penegakan pajak.
Baca Juga: Penyebab Rupiah Loyo Hingga ke Level Rp 16.700 per USD
Berita Terkait
Terpopuler
- Sama-sama dari Australia, Apa Perbedaan Ijazah Gibran dengan Anak Dosen IPB?
- Bawa Bukti, Roy Suryo Sambangi Kemendikdasmen: Ijazah Gibran Tak Sah, Jabatan Wapres Bisa Gugur
- Lihat Permainan Rizky Ridho, Bintang Arsenal Jurrien Timber: Dia Bagus!
- Ousmane Dembele Raih Ballon dOr 2025, Siapa Sosok Istri yang Selalu Mendampinginya?
- Jadwal Big 4 Tim ASEAN di Oktober, Timnas Indonesia Beda Sendiri
Pilihan
-
Dokter Tifa Kena Malu, Kepala SMPN 1 Solo Ungkap Fakta Ijazah Gibran
-
Penyebab Rupiah Loyo Hingga ke Level Rp 16.700 per USD
-
Kapan Timnas Indonesia OTW ke Arab Saudi? Catat Jadwalnya
-
Danantara Buka Kartu, Calon Direktur Keuangan Garuda dari Singapore Airlines?
-
Jor-joran Bangun Jalan Tol, Buat Operator Buntung: Pendapatan Seret, Pemeliharaan Terancam
Terkini
-
Siapa Windu Aji? Eks Ketua Relawan Jokowi, Terpidana Korupsi Divonis Bebas
-
IHSG Rebound Pasca Pelemahan Imbas Aksi Jual Saham Asing?
-
Berapa Modal yang Dibutuhkan untuk Dapur MBG (SPPG)? Ini Rinciannya
-
Dampingi Prabowo di New York, Menko Zulhas: RI Tawarkan Solusi Pangan dan Iklim di Panggung Dunia
-
KVB Berkunjung ke Suara.com, Tawarkan Keunggulan Aplikasi dan MetaTrader 5
-
RI Punya Gudang Baja Canggih, Bisa Hemat Biaya Logistik Rp 3,7 Miliar per Bulan
-
Investor Asing Asal Swiss Buang 100 Juta Lembar Saham BUMI Milik Grup Bakrie
-
Peruri Klaim Berhasil Reduksi Emisi Karbon Hingga 102 Persen
-
YLKI Desak Pemerintah Setop Sementara Program Makan Gratis Usai Marak Kasus Keracunan
-
Telkom Kenalkan Dunia Siber Kepada Talenta Muda Lewat Telkom Cyberfest Vol. 2