Bisnis / Energi
Selasa, 04 November 2025 | 18:37 WIB
Danantara mengatakan proyek waste to energy - yang mengolah sampah menjadi sumber energi listrik, akan diluncurkan pada akhir 2025. Foto: Antrean truk di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi Jawa Barat, Rabu (15/10/2025). [Antara/Fakhri Hermansyah].
Baca 10 detik
  • Trend Asia khawatir proyek PSEL bebaskan tanggung jawab produsen sampah plastik.

  • Kritik menekankan produsen wajib jalankan Permen LHK 75/2019 tentang pengurangan sampah.

  • Danantara pilih 24 dari 200 investor, didominasi Tiongkok, untuk proyek waste-to-energy.

Suara.com - Trend Asia memberikan catatan kritis terhadap proyek Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) atau Waste-to-Energy yang kini digodok pemerintah lewat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). 

Pengkampanye energi Trend Asia, Novita Indri Pratiwi mengingatkan jangan sampai proyek tersebut menjadi legitimasi bagi produsen yang menghasilkan sampah plastik untuk lepas tangan dari tanggung jawabnya. 

"Kami khawatir ini akan menjadi legitimasi untuk melepaskan tanggung jawab produsen sampah (industri dengan produk kemasan plastik)," kata Novita saat ditemui di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Selasa (4/11/2025). 

Penampakan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar di bantaran Kali CBL (Cikarang Bekasi Laut) di Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (21/9/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

Merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, memuat kewajiban para pelaku industri untuk bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan dari produknya. 

Novita mempertanyakan bagaimana tanggung jawab produsen, setelah nantinya waste-to-energy mulai beroperasi. Apalagi, menurutnya, meski sudah terdapat Permen LHK 75 2019, banyak produsen yang tidak menjalankan kewajibannya. 

"Lalu bagaimana dengan tanggung jawab produsen? Mereka akan makin longgar tanggung jawabnya untuk menarik kembali sampah-sampah plastiknya," ujar Novita. 

Merujuk pada sejumlah laporan, Indonesia diketahui menjadi salah satu negara penyumbang sampah terbesar di dunia. Untuk itu ditekannya, investor dari waste-to-energy harus ditelusuri latar belakangnya, apakah memiliki afiliasi dengan industri penyumbang sampah terbesar.  

"Jangan sampai ini menjadi celah, akal-akalan kongkalikong antara pengusaha dan pemerintah, menciptakan sebuah solusi yang sebenarnya bukan solusi. Dan akhirnya justru malah menimbulkan masalah baru," kata Novita. 

Sebagaimana diketahui rencana pemerintah untuk membangun waste-to-energy telah menemui babak baru. Managing Director Investment Danantara, Stefanus Ade Hadiwidjaja mengungkap terdapat 200 investor yang berminat menggarap proyek pengelolaan sampah menjadi energi itu. 

Baca Juga: Didesak Pensiun, Ini Daftar 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia

Namun, Danantara hanya memilih 24 perusahaan untuk berinvestasi pada tahap pertama. Adapun investor itu didominasi perusahaan asal China, sementara sisanya beberapa perusahaan dari Jepang, dan Eropa. 

"Dari Jepang, dari China, dari Eropa. Kenapa? Karena memang di batch 1 ini kita mau buat tender-nya cukup cepat. Karena itu kita cari pemain yang memang sudah berpengalaman. Kebetulan, karena memang di Indonesia kan belum ada yang incineration," kata Stefanus, di Wisma Danantara, Jakarta pada Senin (3/11/2025). 

Load More