Suara.com - Pakar Gastroenterohepatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr Irsan Hasan, mengatakan, penderita hepatitis, baik Hepatitis B maupun Hepatitis C masih bisa berpuasa.
"Boleh saja berpuasa asal tidak sirosis yang berat," kata Irsan usai diskusi acara Soho #BetterU: Hari Hepatitis Sedunia di Jakarta, Selasa (15/7/2014).
Irsan menjelaskan, sirosis merupakan kondisi di mana hati mengeras akibat jaringan hati yang normal diganti dengan jaringan parut (fibrosis), akibat kerusakan hati dan ditunjukkan dengan banyaknya semacam bentol-bentol di permukaan hati.
Jika sirosis sudah parah atau tahap C, kata dia, tidak disarankan untuk berpuasa.
"Bisanya minggu pertama kuat, tetapi pas minggu kedua malah ambruk," katanya.
Dia menambahkan kondisi sirosis C merupakan kondisi terparah dari peradangan hati tersebut, dan untuk menyembuhkannya dilakukan cangkok hati, jika tidak si penderita akan meninggal dunia.
"Menurut statistik kita, rata-rata penderita hepatitis yang kronis ini, jangka usianya hanya enam bulan lagi," katanya.
Namun, Irsan mengatakan jika siroris tidak terlalu parah, penderita masih bisa berpuasa, bahkan berolahraga.
Pada kesempatan itu, Irsan juga meluruskan stigma dan mitos yang ada di kalangan masyarakat terhadap penderita hepatitis.
"Penderita hepatitis tidak perlu diisolasi, atau dipisahkan alat makannya," katanya.
Dia menambahkan penyakit hepatitis juga bukan penyakit menular seksual, sehingga suami-istri sampai tidak berhubungan karena takut tertular.
Meskipun, penularannya terutama Hepatitis B bisa melalui pisau cukur dan sikat gigi yang tertempel darah penderita, Irsan mengatakan stigma salah seperti itu harus diluruskan.
Dalam dunia kerja, lanjut dia, seringkali perusahaan tidak menerima calon karyawan yang menderita hepatitis karena alasan tidak bisa bekerja hingga larut.
"Banyak yang bilang kalau penderita harus tidur di bawah jam 10, itu tidak benar, dan penderita hepatitis boleh makan daging," katanya.
Selain itu, lanjut dia, pengidap Hepatitis B masih boleh hamil karena penularan kepada bayi dapat dicegah dengan memberikan vaksin imunoglobulin kepada bayi sebelum 12 jam sejak ia dilahirkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Penampakan Rumah Denada yang Mau Dijual, Lokasi Strategis tapi Kondisinya Jadi Perbincangan
- Belajar dari Tragedi Bulan Madu Berujung Maut, Kenali 6 Penyebab Water Heater Rusak dan Bocor
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 4 Mobil Listrik Termurah di Indonesia per Oktober 2025: Mulai Rp180 Jutaan
Pilihan
-
6 Fakta Isu Presiden Prabowo Berkunjung ke Israel
-
Harga Emas Antam Hari Ini Cetak Rekor Tertinggi Pegadaian, Tembus Rp 2.565.000
-
Warisan Utang Proyek Jokowi Bikin Menkeu Purbaya Pusing: Untungnya ke Mereka, Susahnya ke Kita!
-
Tokoh Nasional dan Kader Partai Lain Dikabarkan Gabung PSI, Jokowi: Melihat Masa Depan
-
Proyek Rp65 Triliun Aguan Mendadak Kehilangan Status Strategis, Saham PANI Anjlok 1.100 Poin
Terkini
-
Kenapa Anak Muda Sekarang Banyak Terserang Vertigo? Ini Kata Dokter
-
Tips Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Menstruasi untuk Remaja Sehat dan Percaya Diri
-
Lagi Stres Kok Jadi Makan Berlebihan? Ini Penjelasan Psikolog Klinis
-
Otak Ternyata Bisa Meniru Emosi Orang, Hati-hati Anxiety Bisa Menular
-
National Hospital Surabaya Buktikan Masa Depan Medis Ada di Tangan AI!
-
Inovasi Bedah Robotik Pertama di Indonesia: Angkat Kanker Payudara Tanpa Hilangkan Bentuk Alami
-
Riset Ungkap Rahasia Bahagia: Bergerak 15 Menit Setiap Hari Bikin Mental Lebih Sehat
-
Mengembalikan Filosofi Pilates sebagai Olahraga yang Menyatukan Gerak, Napas, dan Ketenangan
-
Perawatan Mata Modern di Tengah Maraknya Gangguan Penglihatan
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut