Suara.com - Kebanyakan lelaki cenderung cuek dengan masalah kesehatan termasuk perubahan yang terjadi pada tubuhnya.
Padahal perubahan yang terjadi pada tubuh yang kerap dianggapnya sepele ini, bukan tak mungkin pertanda adanya gangguan kesehatan misalnya gejala kanker.
Lantas, perubahan apa saja yang kerap diabaikan kaum Adam padahal itu bisa berpotensi kanker? Yuk, kita telusuri lebih jauh, setelah sebelumnya telah diuraikan lima gejala kanker yang diabaikan lelaki.
6. Kesulitan menelan
Jika Anda mengalami kesulitan menelan dalam jangka waktu lama, namun tidak berangsur-angsur pulih kembali dan hal itu membuat penurunan berat badan atau muntah-muntah. Kemungkinan besarnya pada tenggorokan atau kanker perut. Pemeriksaannya adalah pada tenggorokan dan barium X-ray. Selama tes barium, Anda akan meminum cairan khusus yang membuat tenggorokan menonjol di X-ray.
7. Mulas
Gangguan pencernaan bisa menunjukkan gejala dari kanker kerongkongan, tenggorokan, atau perut. Jadi, jika orang yang Anda kasihi mengalami beberapa gejala tersebut, sarankan dan dampingi mereka untuk segera memeriksakan diri ke dokter.
8. Perubahan pada mulut
Jika Anda merokok, berarti memiliki risiko terkena kanker mulut lebih besar. Perhatikan apakah ada bercak putih atau merah dalam mulut atau bibir Anda. Temui dokter untuk membicarakan tentang gejala pada mulut tersebut.
9. Berat badan turun
Berat badan Anda turun drastis padahal Anda sedang tidak diet, olahraga teratur, atau capek kerja. Jika seorang lelaki kehilangan lebih dari 10 persen dari berat badannya dalam jangka waktu 3 sampai 6 bulan, itu salah satu tanda-tanda kanker pankreas, perut, atau paru-paru. Jika itu terjadi saatnya Anda memeriksakan diri ke dokter. Dokter dapat mengetahui lebih lanjut melalui tes darah dan CT atau PET scan.
10. Demam
Demam bisa saja menjadi tanda dari pneumonia atau penyakit lain. Kanker yang menimbulkan demam biasanya setelah kanker menyebar dari situs aslinya dan menyerang bagian tubuh lain. Pada kanker, demam biasanya terjadi pada kanker darah seperti leukemia atau limfoma.
Tag
Berita Terkait
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Tahun ke-6 Berjuang Lawan Kanker, Vidi Aldiano Sampaikan Pesan Haru
-
Pesan Haru Vidi Aldiano di Tahun ke-6 Berjuang Lawan Kanker: Kuharap Perjumpaan Kita Bisa Berakhir
-
Sempat Diderita Epy Kusnandar, Berapa Lama Orang dengan Kanker Otak Bisa Bertahan Hidup?
-
6 Penyebab Kanker Otak, Penyakit yang Sempat Diderita Epy Kusnandar Sebelum Meninggal Dunia
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
Terkini
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Gaya Bermain Neymar Jr Jadi Inspirasi Sepatu Bola Generasi Baru
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan
-
Penelitian Ungkap Mikroplastik Memperparah Penyempitan Pembuluh Darah: Kok Bisa?
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?