Suara.com - Presiden Jokowi baru-baru ini menyetujui hukuman tambahan untuk memberi efek jera pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak berupa kastrasi atau kebiri suntik. Lantas, seberapa efektif hukuman tambahan ini untuk mencegah kejahatan seksual berulang pada anak?
Menurut Dr dr Suzy Yusna Dewi SpKJ dari RS Soeharto Heerdjan Jakarta, pelaku kejahatan seksual pada anak digolongkan mengalami gangguan kejiwaan yang menyebabkan seseorang tertarik kepada objek yang tidak seharusnya.
Para pedofil ini, lanjut dia, memiliki masalah di bagian otak, yakni frontal dan temporal yang menyebabkan adanya gangguan perilaku.
"Jadi memang ada masalah di bagian otaknya, atau disebut distorsi kognitif. Beberapa komponen yang terganggu antara lain kognitif, emosional, motivasi," ujar Suzy pada 'Seminar Deteksi Dini dan Penanganan Terkini Kekerasan Seksual pada Anak' di Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Lebih lanjut ia menilai bahwa pemberian hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual efektif untuk membuat efek jera.
Alasannya, pelaku kejahatan seksual anak yang telah melakukan perbuatan kejinya berulang kali sudah tidak ampuh lagi ditangani dengan berbagai macam terapi medis. Melalui hukuman tambahan kebiri, diharapkan pelaku akan jera untuk mengulanginya lagi.
"Kebiri itu salah satu bentuk intervensi perilaku. Hukuman ini bisa diberikan jika dokter menyatakan bahwa terapi tidak efektif untuk mengubah perilakunya. Bisa dianggap sebagai pendidikan bagi dia dalam bentuk hukuman," tegas Suzy.
Sementara itu Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan dukungannya dengan adanya wacana pemberian hukuman tambahan bagi para predator anak. Ia menyebut maraknya kasus kejahatan seksual yang dialami anak di Indonesia termasuk dalam kejahatan luar biasa.
"Saya paling sepakat dengan perppu ini. Wacana ini telah digulirkan Komnas Perlindungan Anak sejak 2013. Ini respon pemerintah terhadap kejahatan seksual anak yang merupakan kejahatan luar biasa," sambung Arist.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!