Suara.com - Divonis menderita kanker bukan hal mudah yang bisa diterima oleh semua orang. Perasaan takut, sedih mendengar kabar yang datang bagai petir di siang bolong tentu saja ada di benak pasien yang didiagnosis menderita kanker.
Sayangnya, penolakan dari dalam diri terhadap vonis kanker bisa membuat kondisi pasien menjadi drop dan tingkat keparahan semakin meningkat. Oleh sebab itu dibutuhkan terapi paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.
Menurut dokter paliatif dari RS Kanker Dharmais, Maria A. Witjaksono, pemberian terapi paliatif pada pasien kanker bisa mengurangi beban kesakitannya, baik secara fisik dan psikologis yang pada gilirannya membuat kondisi pasien lebih baik.
"Paliatif itu pendekatan untuk menatalaksana fisik, psikologis dan spritual sehingga pasien memiliki kualitas hidup yang baik. Kalau hanya fisik misalnya dengan obat-obatan kemoterapi maka hasilnya tidak akan baik," ujarnya.
Maria juga meluruskan anggapan yang salah mengenai pemberian obat-obatan golongan opioid yang disebut-sebut dapat menyebabkan kecanduan. Padahal, jika diberikan dengan dosis yang tepat dan dalam pengawasan dokter, obat pereda nyeri seperti morfin sangat membantu pasien kanker melawan rasa sakitnya.
"Seringkali dari pihak pasien atau keluarga menganggap opioid bisa menyebabkan kecanduan padahal obat-obatan ini ampuh dalam melawan rasa sakit. Pasien kanker kalau sakit dia nggak bisa beraktivitas, kualitas hidup menurun. Kita berikan sesuai dosis ya manfaatnya agar dia bisa beraktivitas seperti biasa," imbuhnya.
Selain itu, pada terapi paliatif, dokter akan memberikan motivasi kepada pasien kanker untuk menerima kondisinya. Pikiran yang positif dalam menerima penyakit kanker menurut Maria dapat membantu pasien untuk mendapat kesembuhan.
Selain pada pasien terapi paliatif juga diberikan kepada keluarganya agar bisa memberikan dukungan penuh demi kesembuhan pasien.
"Pasien yang pergi berobat dengan kecewa, marah atau merasa tidak punya harapan, maka hasilnya tidak sama dengan yang disupport keluarga," jelas Maria.
Itulah sebabnya, lanjut dia, terapi paliatif tidak hanya diberikan ke pasien, tapi juga keluarga sehingga pengobatan bisa mencapai hasil yang maksimal.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas