Suara.com - Dalam dua video yang menunjukkan kasus pem-bully-an pada mahasiswa dengan kebutuhan khusus di Universitas Gunadarma dan penjabakan yang dilakukan anak SMP, terlihat orang-orang di sekitar TKP hanya melihat tanpa berbuat sesuatu untuk menolong korban.
Psikolog Sinta Mira, M.Psi mengatakan, hal tersebut merupakan tanda lingkungan sekitar tanpa sadar juga telah ikut serta mem-bully korban.
"Dalam video bullying mahasiswa autisme, tampak orang-orang di sekitarnya terlihat cuek dan bahkan ikut menertawai. Jadi malah bisa dikatakan lingkungan sekitarnya pun menjadi pelaku bully di situ," ungkap Mira kepada Suara.com.
Mira menjelaskan, pelaku bully melakukan tindakan tersebut karena merasa lebih "kuat" dan "berkuasa" di bandingkan korbannya.
Karena itu, orangtua atau tenaga pengajar seperti guru juga harus membekali setiap anak dengan pemahaman setiap orang memiliki keunikan masing-masing.
"Setiap orang memiliki kekuatan, namun juga punya kelemahan. Sehingga anak memiliki cara pandang yang lebih toleran," ungkapnya.
Mira juga meminta orang dewasa tak henti-henti mengajarkan anak memahami kekuatan diri sendiri, dan mengakui kelemahan yang dimiliki. Dengan begitu, anak akan memiliki pemahaman mengenai kekuatan dan kelemahan dirinya, dan akan bersikap lebih toleran terhadap kelemahan orang lain.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan baik oleh figur otoritas maupun orangtua kepada anak agar terhindar dari perilaku tak terpuji seperti mem-bully anak dengan kebutuhan khusus adalah memberikan pendidikan akhlak, dan toleransi yang baik di setiap rumah, sekolah maupun kampus.
Selanjutnya, sambung Mira, perlu adanya pendidikan mengenai kebutuhan khusus.
"Sehingga kita juga memahami, apa sih kesulitan yang dialami orang-orang kebutuhan khusus itu. Intinya, mendidik lingkungan untuk melihat dari sudut pandang berbeda. Dalam hal ini dalam sudut pandang mereka yang berkebutuhan khusus," jelasnya.
Terakhir, menghargai mereka yang berkebutuhan khusus dengan berbagai keunggulan yang dimiliki.
"Memiliki kebutuhan khusus bukan berarti jadi lemah dan harus selalu dibantu ini itu. Jadi lingkungan harus menghargai dan menerima kekuatan yang mereka miliki juga seperti orang normal pada umumnya," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis