Suara.com - Bertugas di daerah pedalaman, selalu meninggalkan pengalaman yang tak terlupakan. Itu pula yang dialami Yohanis Karlos Mandobar, ahli teknologi laboratorium medik di Rumah Sakit Bergerak di Distrik Mindiptana, Kabupaten Boven Digoel, Papua Barat.
Penerima penghargaan Tenaga Kesehatan Teladan 2017 dari Menteri Kesehatan ini bercerita, pola pikir masyarakat yang masih tradisional menjadi tantangan tersendiri baginya sebagai pelayan kesehatan masyarakat.
"Pola pikir masyarakat dulu tidak mau memeriksa darah, padahal di sana daerah yang rawan malaria. Adat budaya juga masih kental, sehingga ketika kena malaria larinya ke dukun," ungkap Yohanis ketika ditemui dalam Pemberian Penghargaan Nakes Teladan di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Yohanis, masyarakat memutuskan berobat ke dukun saat mengalami malaria karena meyakini penyakit tersebut adalah kutukan. Sulit mulanya bagi Yohanis dan tenaga kesehatan lain mengubah persepsi masyarakat terhadap penyakit malaria yang sebenarnya bisa disembuhkan dengan bantuan medis.
"Kasus penyakit malaria semakin meningkat. Kalau di rumah sakit tempat saya menangani sehari paling tinggi untuk pemeriksaan saja bisa sampai 20-30 pasien, karena pola pikir ini," jelas Yohanis.
Bila dipetakan, kawasan Papua Barat memang tergolong zona merah malaria atau memiliki jumlah kasus tertinggi, di bandingkan daerah lainnya.
Selain pola pikir, lelaki yang telah mengabdi selama 20 tahun ini mengungkapkan, keterbatasan infrastruktur juga menjadi hambatan bagi pelayanan kesehatan di Papua Barat. Jarak tempuh dari rumah sakit di mana dia bertugas ke rumah sakit rujukan membutuhkan waktu hingga belasan jam.
"Kalau hujan itu jalanan Trans Papua rusak. Pasien kalau parah harus dirujuk ke RS yang lebih lengkap, tapi untuk mencapainya tidak bisa naik mobil, harus pakai motor karena jalan berlumpur. Pergi pagi jam 6 sampai sana jam 12 malam," ujar Yohanis.
Proses rujukan diperlukan, karena di RS Bergerak tidak tersedia dokter spesialis. Dia yang bertugas sebagai ahli laboratorium terkadang harus berperan membantu proses persalinan ibu hamil dalam kasus gawat darurat. Minimnya sumber daya manusia yang mau bertugas di daerah pedalaman menjadi alasannya.
"Di rumah sakit kami dokter umum cuma satu. Dokter spesialis nggak ada, tenaga bidan ada, tapi tidak banyak," imbuh dia.
Fasilitas lainnya yang jamak dirasakan masyarakat perkotaan pun hanya sekadar angan bagi Yohanis. Minimnya akses telekomunikasi, dan jangkauan listrik terkadang menjadi hambatan baginya dan tenaga kesehatan lain memberi pelayanan kesehatan.
"Kita tugas di tempat dengan akses telekomunikasi yang kurang bagus. Akses internet kurang bagus, SMS pagi dikirim, malam baru sampai. Listrik juga terbatas hanya malam, padahal kita tugas di siang hari," jelas dia.
Di Peringatan Hari Kemerdekaaan Indonesia ini, Yohanis berharap, Papua dapat merdeka dari rasa sakit dan penyakit. Dia juga berharap, pemerintah memikirkan perbaikan fasilitas di daerahnya sehingga pelayanan kesehatan bisa lebih maksimal diberikan.
"Kami ingin sekali di rumah sakit bergerak diberikan fasilitas ambulance darat, dan udara. Apalagi kalau udara, saya harap pemerintah pusat bekerja sama dengan pihak penerbangan. Suatu ketika ada pasien dirujuk ke rumah besar, cepat tertolong," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!