Suara.com - Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjudul Born Too Soon, The Global Action Report on Preterm Birth, pada 2010 menempatkan Indonesia di urutan kelima sebagai negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di dunia. Bayi prematur diketahui menjadi penyumbang terbesar angka kematian bayi serta cacat fisik.
Prof. Dr. Rita Sita Sitorus, SpM (K), PhD, Guru Besar dari Departemen Ilmu Kesehatan Mata Universitas Indonesia, mengungkapkan bayi yang terlahir prematur atau lahir dengan berat kurang dari 1500 gram atau usia kehamilan kurang dari 34 minggu beresiko mengalami gangguan mata Retinopati Prematuritas (ROP). Penyakit ini, kata dia disebabkan oleh pertumbuhan tidak sempurna dari retina pembuluh darah yang dapat menyebabkan jaringan parut dan operasi pada retina.
"Gangguan mata ROP dapat terjadi dalam skala ringan, di mana dapat menghilang secara spontan, namun pada kasus yang berat dapat mengakibatkan kebutaan," ujar dr Rita pada temu media 'Seeing is Believing' di Jakarta, Jumat (27/10/2017).
Dia pun menekankan pentingnya penanggulangan kebutaan pada bayi dan anak, karena bayi yang terlahir buta atau menjadi buta dikhawatirkan akan menjadi anak-anak memiliki waktu hidup dengan kebutaan yang lebih lama dibandingkan mereka yang menderita kebutaan pada usia dewasa.
"Walaupun angka kejadian kebutaan pada anak tidak setinggi dengan kebutaan pada orang dewasa seperti katarak, namun total beban emosional, sosial, ekonomi yang harus dibayar akibat kebutaan seorang anak terhadap keluarga, masyarakat maupun negara jauh lebih besar dibandingkan beban yang harus dibayar akibat kebutaan pada orangtua," ungkap dia.
Bayi prematur yang hidup selamat pun masih memiliki kemungkinan mengalami gangguan kognitif penglihatan dan pendengaran. Ini karena kurangnya pengetahuan orangtua, serta perhatian dan dukungan dari para dokter, tenaga kesehatan, pemerintah, serta pihak terkait untuk menginformasikan bagaimana cara pencegahan ataupun bagaimana cara merawat bayi prematur.
Di Indonesia, Prof Rita menambahkan, angka kematian bayi prematur telah berkurang berkat ketersediaan inkubator pada fasilitas neonatal intensive care units (NICU) di rumah sakit. Namun kasus ROP diperkirakan akan teeus meningkat karena banyak bayi prematur yang bertumbuh menjadi anak-anak. Data dari RSCM menunjukkan pada 2013, kurang dari 10 persen bayi lahir prematur di rumah sakit selain RSCM memperoleh pemeriksaan ROP.
"Walaupun standar dan pedoman tata laksana penanganan ROP sudah ada, sayangnya tidak banyak dipatuhi secara sistematis karena kurangnya pelatihan, kapasitas, dan ketidakmampuan untuk mengidentifikasi bayi beresiko dan merujuk untuk mendapatkan perawatan," tandasnya.
Baca Juga: Kasus Kebutaan, Indonesia Ketiga Tertinggi di Dunia
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
-
Heimir Hallgrimsson 11 12 dengan Patrick Kluivert, PSSI Yakin Rekrut?
-
Pelatih Islandia di Piala Dunia 2018 Masuk Radar PSSI Sebagai Calon Nahkoda Timnas Indonesia
-
6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
Terkini
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak