Dalam ujian CBT, Dokter Muda harus mengerjakan 200 soal pilihan ganda dalam waktu 200 menit.
Ribuan Dokter Muda, kata Ichsan, menemukan banyak kejanggalan pada proses hasil ujian pilihan ganda berbasis komputer tersebut.
Meski diberi judul online atau daring, namun proses ujian masih dilakukan secara offline. Hasil ujian juga tak pernah dirilis tepat waktu oleh situs dikti.go.id.
"Pada kenyataannya, pengumuman bisa maju atau mundur tanpa pengumuman sebelumnya," kata Ichsan.
Senada dengan Ichsan, Dokter Muda asal Universitas Nusa Cendana, Diana Fernandes, juga mempertanyakan sistem ujian daring dari Dikti.
"Pernah 2016 terjadi, di mana orang sudah lulus tapi lalu diralat menjadi tidak lulus. Ada juga yang tidak ikut ujian tapi di pengumuman dia lulus. Setelah dipertanyakan, katanya ada tumpang tindih data. Mereka hanya memberikan permohonan maaf," tambah perempuan asal Kupang tersebut.
Pun dalam siaran kelulusan, Ichsan dan kawan-kawan mempertanyakan redaksional kata yang digunakan oleh pihak panitian UKMPPD.
"Dikatakan 'berdasarkan rapat pleno hasil uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter, berikut nama-nama mahasiswa yang dinyatakan lulus'. Berarti hasil kelulusan berdasarkan rapat pleno bukan berdasarkan standar kelulusan. Dari redaksi kalimat saja sudah membuat kita berpikir ke mana-mana," kata Diana lagi.
Ichsan mengaku pernah bertanya mengenai penggunaan kalimat 'rapat pleno' dalam pengumuman hasil ujian.
Baca Juga: Menikmati Indahnya Langit di Anantara Kihavah Maldives
Dari informasi yang ia dapat, kalimat rapat pleno digunakan untuk mengukur dan menimbang apakah seorang Dokter Muda berhak atau tidak mendapat gelar dokter.
Tak heran bila dalam proses transisi menjadi dokter, seorang Dokter Muda bisa menghabiskan dana hingga ratusan juta rupiah. "Saya sudah tua. Sudah seharusnya tidak lagi meminta uang ke orangtua. Sekarang bagaimana pintar-pintarnya saya mencari uang, memberi uang kepada orangtua, dan membayar biaya bimbingan serta ujian," tambah Ichsan lagi.
Atas dasar problematika tersebut, Ichsan dan kawan-kawan terus berjuang merevisi UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran ke Badan Legislasi DPR RI.
"Saya hanya ingin meminta pihak pemerintah untuk melihat kami yang berjumlah sekian ribu orang untuk diakui secara legal untuk dapat mengabdi kepada Indonesia, kepada masyarakat dan warga negara," tutup Ichsan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Sunscreen Terbaik untuk Flek Hitam Usia 50 Tahun, Atasi Garis Penuaan
- 3 Link DANA Kaget Khusus Hari Ini, Langsung Cair Bernilai Rp135 Ribu
- 14 Kode Redeem FC Mobile Hari Ini 7 Oktober 2025, Gaet Rivaldo 112 Gratis
- Sosok Profesor Kampus Singapura yang Sebut Pendidikan Gibran Cuma Setara Kelas 1 SMA
- 5 Fakta Heboh Kasus Video Panas Hilda Pricillya dan Pratu Risal yang Guncang Media Sosial
Pilihan
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
-
Istri Thom Haye Keram Perut, Jadi Korban Perlakuan Kasar Aparat Keamanan Arab Saudi di Stadion
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Kemera Terbaik, Mudah Tapi Bisa Diandalkan
-
Kontroversi Penalti Kedua Timnas Indonesia, Analis Media Arab Saudi Soroti Wasit
-
6 Rekomendasi HP Murah Baterai Jumbo 6.000 mAh, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
9.351 Orang Dilatih untuk Selamatkan Nyawa Pasien Jantung, Pecahkan Rekor MURI
-
Edukasi PHBS: Langkah Kecil di Sekolah, Dampak Besar untuk Kesehatan Anak
-
BPA pada Galon Guna Ulang Bahaya bagi Balita, Ini yang Patut Diwaspadai Orangtua
-
Langsung Pasang KB Setelah Menikah, Bisa Bikin Susah Hamil? Ini Kata Dokter
-
Dana Desa Selamatkan Generasi? Kisah Sukses Keluarga SIGAP Atasi Stunting di Daerah
-
Mulai Usia Berapa Anak Boleh Pakai Behel? Ria Ricis Bantah Kabar Moana Pasang Kawat Gigi
-
Varises Mengganggu Penampilan dan Kesehatan? Jangan Panik! Ini Panduan Lengkap Mengatasinya
-
Rahasia Awet Muda Dibongkar! Dokter Indonesia Bakal Kuasai Teknologi Stem Cell Quantum
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha