Suara.com - Seringkali pasien dengan masalah kesehatan yang bersifat mendadak dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) sebuah rumah sakit dengan tujuan mendapat pertolongan cepat. Namun setiap UGD umumnya menerapkan sistem triase untuk mengelompokkan masalah kesehatan tertentu berdasarkan sifat kegawatdaruratannya.
Menanggapi hal tersebut, Dr. dr. Wahyuni Dian Purwati, SpEM selaku Head of Emergency Department Siloam Hospitals Kebon Jeruk (SHKJ) mengatakan bahwa pasien yang datang ke UGD akan ditangani berdasarkan kategori triase. Triase pertama, kata dia, merupakan kondisi yang gawat dan darurat sehingga dapat mengancam nyawa apabila tidak ditangani sesegera mungkin.
"Serangan jantung, stroke, dan trauma akibat kecelakaan itu masuk dalam golongan triase 1. Hasilnya akan baik jika dirawat sesegera mungkin, karena kita tahu pasien ini sangat berarti bagi orang lain," ujarnya pada temu media di Siloam Hospital Kebon Jeruk, Selasa, (26/6/2018).
Untuk pasien yang datang dengan serangan jantung, tambah dia, ditargetkan dalam waktu kurang atau maksimal 90 menit sudah diberi obat fibrinolitik atau bahkan masuk ke cath lab untuk dikaterisasi.
"Pasien stroke juga harus ditangani sesegera mungkin, maksimum 4.5 jam. Masalahnya pasien stroke tidak merasa sedang serangan sehingga penanganan tertunda. Kalau ditangani sudah lebih dari 4.5 jam hasilnya tidak maksimal," jelas Wahyuni.
Begitu juga dengan kasus trauma akibat kecelakaan. Wahyuni mengatakan, lebih dari 30 persen penyebab kematian adalah trauma dan perdarahan. Hal ini disebabkan oleh pertolongan dan penanganan yang kurang tepat dan cepat.
Oleh karena itu, menurut Wahyuni, sangat penting bagi korban kecelakaan untuk segera dibawa ke rumah sakit yang mempunyai sarana yang memadai.
"Pasien trauma memerlukan evaluasi dan manajemen jalan napas, bantuan pernapasan, penanganan kasus perdarahan, dan transportasi yang cepat, sigap dan aman dari lokasi kejadian menuju rumah sakit. SHKJ berkomitmen untuk mengirimkan rapid response ambulance dalam waktu 3 menit setelah telepon diterima," terang dia.
Rapid Response Mobile Hospital ini, sambung Wayhuni, dilengkapi dengan dokter, perawat, obat-obatan, dan peralatan yang menunjang kondisi pasien selama berada di dalam ambulance. Tim medis juga akan terus berkomunikasi dengan pihak rumah sakit selama perjalanan untuk memastikan pelayanan tindakan medis yang sesuai ketika pasien tiba di rumah sakit.
Baca Juga: Unik, Mahasiswa UMM Ciptakan Mesin Cuci Gowes Tanpa Listrik
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 6 Shio Ini Diramal Paling Beruntung dan Makmur Pada 11 Desember 2025, Cek Kamu Salah Satunya?
- Kode Redeem FC Mobile 10 Desember 2025: Siap Klaim Nedved dan Gems Melimpah untuk Player F2P
Pilihan
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
Terkini
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah
-
Di Balik Krisis Penyakit Kronis: Mengapa Deteksi Dini Melalui Inovasi Diagnostik Jadi Benteng Utama?