Suara.com - Terapi sel punca diprediksi akan semakin meningkat di Indonesia seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 tahun 2018 tentang penyelenggaraan terapi yang memungkinkan proses penyembuhan pasien dilakukan dengan temuan tersebut. Terapi sel punca disebut-sebut sebagai harapan baru dunia kedokteran untuk menjawab pengobatan berbagai penyakit yang selama ini kerap diklaim sebagai 'sulit sembuh'.
“Riset pengembangan di bidang sel punca semakin pesat di dunia dan di Indonesia. Kami memprediksi adanya peningkatan minat dan permintaan, baik dari profesional medis maupun masyarakat awam akan terapi sel punca maupun terapi berbasis sel,” ujar Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, SpOT(K) Chairman of Asosiasi Sel Punca Indonesia dalam “3rd Open Scientific Meeting: Beyond Stem Cells: Cellular and Metabolic Approach for Regenerative Medicine”, yang berakhir hari ini, di Kemayoran, Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Simposium digelar UPT Teknologi Kedokteran Sel Punca dan Stem Cells and Tissue Engineering Research Center IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), yang bekerja sama dengan Asosiasi Sel Punca Indonesia. Ratusan ahli kedokteran dalam dan luar negeri hadir dalam acara yang dibuka oleh Dr. Agr. Taufiq Wisnu Priambodo, Direktur Inovasi dan Inkubator Bisnis UI.
Taufiq mengapresiasi kemajuan penelitian dan aplikasi sel punca oleh Fakultas Kedokteran UI, sebagai pembuktian kepada publik bahwa riset inovasi yang dihasilkan universitas tidak hanya berhenti di laboratorium, tapi sudah banyak yang bisa diaplikasikan untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
“Sel punca atau stem cell, saat ini menjadi topik riset yang sedang naik daun di kalangan peneliti dan menjadi harapan bagi para klinisi dalam mengupayakan kesembuhan bagi penderita penyakit-penyakit degeneratif maupun end stage,” ujar Taufiq.
Dia melihat sel punca sebagai suatu inovasi yang tidak hanya menghasilkan komoditas yang bernilai ekonomis, tetapi juga mampu meningkatkan kesehatan masyarakat.
Secara terpisah, Wakil Rektor Bidang III Riset dan Inovasi UI, Rosari Saleh, mengatakan, UI terus berkomitmen mengembangkan riset dan inovasi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
“Penelitian lanjutan kami terkait sel punca akan lebih banyak juga untuk penyakit diabetes dan stroke,” ujar Rosari.
Terapi sel punca atau stem cell adalah terobosan dunia kedokteran untuk mereparasi sel yang rusak, dengan menanamkan sel baru dengan jenis dan fungsi yang sama. Terapi ini sudah terbukti berhasil menolong banyak pasien di dua rumah sakit yang sudah mengembangkannya, yakni RS Ciptomangunkusuma (RSCM) Jakarta dan RS dr Soetomo Surabaya.
Baca Juga: 9 Rumah Sakit di Indonesia yang Melayani Terapi Sel Punca
Ada dua jenis terapi sel punca, yakni autologus, jika sel punca diambil dari tubuh pasien, dan alogenik, jika sel punca diambil dari organ tubuh orang lain.
Ismail mengatakan, bersamaan dengan peningkatan permintaan terapi sel punca, ada kebutuhan untuk mengedukasi tenaga kesehatan dan masyarakat awam mengenai terapi baru ini. Karena itu, panitia juga menggelar khusus untuk awam untuk membedah terapi sel punca antara mitos dan fakta.
Seminar ini diharapkan bisa menjawab pertanyaan tiada henti yang muncul dari pasien yang tertarik menjalani pengobatan dengan sel punca.
Sementara itu, dr. Gita Pratama, SpOG(K), MRepSc Ketua Panitia Simposium, mengatakan, topik bahasan akan fokus pada cara mengatasi masalah dari dasar biologis hingga aplikasi klinis sel punca, metabolit sel punca, serta bioteknologi dan biomaterial.
“Kami percaya bahwa forum ini dapat menjelaskan kemajuan dan masa depan sel punca di Indonesia,” turur Gita.
Dua rumah sakit yang menerapkan terapi sel punca, yaitu RSCM dan RS dr Soetomo, Surabaya, kini disusul lebih dari 9 rumah sakit lainnya.
Berita Terkait
-
Terobosan Medis! Operasi Brain Bypass STA-MCA, Solusi bagi Stroke Berulang
-
AI Jadi Harapan Baru untuk Selamatkan Great Barrier Reef dari Pemanasan Global
-
Kendaraan Listrik: Harapan Baru untuk Masa Depan yang Berkelanjutan
-
Selamat Tahun Baru! Ketahui Yuk Fakta Menarik Bulan Januari: Bulan Pertama Dalam Kalender Romawi
-
Indonesia Punya Potensi Jadi Salah Satu Tujuan Wisata Medis di Bidang Stem Cell
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan