Suara.com - Konsumsi banyak gula atau makanan manis selama ini lebih sering dikaitkan dengan masalah obesitas. Namun tahukah Anda jika keseringan makan makanan manis bisa turut memengaruhi suasana hati hingga depresi?
Ya seperti disampaikan Guru Besar Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Ali Khomsan, gula pada makanan manis dapat menjadi pencetus depresi. Alasannya gula dapat menyerap kandungan vitamin B dalam tubuh. Vitamin B ini sendiri berperan dalam menjaga sistem saraf tetap normal. Ini membuat saraf menjadi terganggu.
"Kalau sering makan-makanan manis jadi gampang uring-uringan, gampang stres karena sarafnya terganggu. Itu sebabnya mengonsumsi gula secara wajar atau bahkan menguranginya bisa menurunkan risiko depresi," ujar Prof. Ali Khomsan dalam peluncuran Milo Baru di Jakarta, Rabu (3/10/2018).
Lalu berapa sih takaran konsumsi gula yang normal bagi tubuh? Prof. Ali menyebut rekomendasi WHO (Badan Kesehatan Dunia) dan Kementerian Kesehatan berbeda. WHO sendiri menetapkan asupan gula maksimal per hari sebesar 25 gram. Sementara Kementerian Kesehatan menetapkan ambang batas konsumsi gula sebesar 50 gram.
"Misalnya kita konsumsi minuman bersoda itu gulanya 33 gram. Kalau menurut WHO sudah berlebihan, tapi kalau Kemenkes masih wajar. Tapi menurut saya kita sendiri harus punya kontrol untuk membatasi makanan manis dengan mengetahui berapa kandungan gula di setiap makanan," tandas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan
-
Penelitian Ungkap Mikroplastik Memperparah Penyempitan Pembuluh Darah: Kok Bisa?
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi