Suara.com - Kanker adalah penyakit katastropik, dimana pasien bukan saja terbebani biaya pengobatannya, tetapi juga terapi pasca pengobatan.
Biaya pengobatannya pun tidak murah, di mana masyarakat pada umumnya tidak akan mampu jika harus membayar sendiri. Oleh sebab itu, peran negara harus hadir, agar pasien kanker bisa tetap mendapatkan pengobatan yang berkualitas, sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan.
Sejauh ini, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah membuka akses terhadap diagnosis dan terapi kanker, namun akses menuju penatalaksanaan kanker yang sesuai standar medis perlu perbaikan mendesak agar pasien kanker bisa mendapatkan haknya atas pelayanan kesehatan berkualitas, dan dokter juga bisa memberikan penatalaksanaan sesuai dengan standar medis.
Banyaknya hambatan pasien untuk mendapatkan akses pengobatan yang diperlukan, mendorong Cancer Information & Suppon Center (CISC) untuk memberikan pemahaman yang tepat mengenai perkembangan standar penatalaksanaan kanker serta tantangan dan peluang untuk dapat mengadopsinya dalam program JKN.
“Mencermati banyaknya pasien berobat ke luar negeri, mungkin hanya diperlukan dana 3-5 persen dari dana yang dibawa pasien ke luar negeri dalam 5-10 tahun terakhir, untuk membangun beberapa pusat kanker modern dengan fasilitas diagnostik dan terapi lengkap di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Tidak perlu semua pasien kanker dirujuk ke Jakarta,” kata dokter Dr. Ronald A. Hukom, MHSc, SpPD KHOM, FINASIM., ahli penyakit dalam dan oknologi medik, saat ditemui Suara.com, Senin (15/7/2019), di bilangan Jakarta Pusat.
Ia menegaskan perlu segera dibuat sistem audit obat kanker untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi penderita kanker. Dalam 5 tahun pelaksanaan program JKN (2014-2019), belum pernah ada audit secara khusus pada pemakaian obat kanker, yang meneliti apakah rumah sakit dan BPJS Kesehatan di semua daerah / propinsi sudah mengikuti restriksi yang ditentukan dalam Formularium Nasionali.
Secara khusus dr. Ronald Hukom menyoroti kasus pencabutan dua obat terapi target untuk kanker kolorektal dari Formularium Nasional (Fornas), sehingga pasien tidak bisa lagi mendapatkan obat yang diperlukan tersebut.
“Audit pemakaian obat kanker secara berkala akan membantu menyelamatkan miliaran rupiah dana JKN, dan penderita kanker yang memang membutuhkan obat mahal tertentu untuk hasil terapi yang lebih baik, tidak dirugikan karena obat yang diperlukan tidak dijamin oleh BPJS,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Dr. A. Hamid Rochanan, SpB-KBD, MKes, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) menyebut, kemajuan penatalaksanaan harus disertai akses.
Baca Juga: Dokter: Pengobatan Kanker Darah Ani Yudhoyono Bagai Buah Simalakama
"Secara profesi, IKABDI mengajukan audiensi kepada Kemenkes untuk memberi masukan berkaitan dengan penatalaksanaan kanker kolorektal metastasis, dan telah dilaksanakan bersama tim HTA, Fornas, dan Kemenkes pada 19 Oktober 2018 dan 25 Februari 2019," ungkap dokter Hamid.
Pada Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP(U)) di Komisi IX DPR RI pada 11 Maret 2019, IKABDI telah mengkritik laporan studi HTA dan memberikan pandangan profesi tentang penatalaksanaan kanker kolorektal metastasis dan meminta kepada Menteri Kesehatan untuk meninjau ulang keputusan tersebut. Pada RDP(U) telah disepakati agar Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 tersebut ditunda dan direvisi. Selama proses revisi, pasien yang membutuhkan terapi target tetap bisa mendapatkannya. Pada tanggal 14 dan 18 Maret 2019 dilaksanakan rapat di Kemenkes untuk menindaklanjuti hasil RDP(U).
"Empat bulan telah berlalu sejak RDP(U), Surat Penundaan Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018-pun tak kunjung muncul, rumah sakit tidak berani menyetujui pemberian terapi target pada pasiennya, ratusan pasien kolorektal metastasis (stadium I V) tak jelas terapi kankernya," bebernya.
Senada dengan kedua klinisi, Aryanthi Baramuli Putri, Ketua Umum CISC mengatakan, negara harus hadir, agar pasien kanker bisa tetap mendapatkan pengobatan yang berkualitas, sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan.
“Anggapan bahwa menambah hidup beberapa bulan tidaklah bermakna 'sangatlah tidak manusiawi', dan menghalangi hak hidup pasien. Dua atau tiga bulan sekalipun adalah waktu yang sangat berharga dan itu adalah hak hldup, sehingga kualitas hidup harus dijaga. Penatalaksanaan kanker yang terus berkembang telah memberi harapan perbaikan hasil pengobatan, oleh karena itu harus disertai upaya terencana oleh pemerintah agar pengobatan kanker bisa diakses oleh pasien," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah, Kejati DIY Geledah Kantor BUKP Tegalrejo Jogja
-
Fakta-fakta Gangguan MRT Kamis Pagi dan Update Penanganan Terkini
-
5 Mobil Bekas Pintu Geser Ramah Keluarga: Aman, Nyaman untuk Anak dan Lansia
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
Terkini
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025