Suara.com - Bertentangan dengan apa yang dipikirkan orang lain, menjadi introvert tidak ada hubungannya dengan seberapa besar mereka menikmati kebersamaan dengan orang lain.
Sebaliknya, ini berhubungan dengan bagaimana seorang introvert memberi energi dan 'mengisi ulang'-nya.
"Apa yang mereka keliru adalah berpikir menjadi seorang introvert berarti menjadi seorang pertapa, atau pemalu atau cemas secara sosial," kata terapis dan pelatih eksekutif Perpetua Neo.
"Itu benar-benar keliru. Jika kau memiliki kecemasan sosial, itu adalah sesuatu yang dapat 'disembuhkan' dan diobati, karena itu tidak sehat dan tidak fungsional," sambungnya.
Ia menambahkan, introvert tidak suka obrolan ringan, misalnya, karena mereka tidak akan mendapatkan apa-apa. Mereka lebih suka menjalin hubungan dengan orang-orang dalam kelompok kecil, intim.
Kemudian, katanya, para introvert akan mengisi energi dengan menyendiri. Jika mereka terlalu terstimulasi oleh terlalu banyak orang, mereka bisa mengalami 'mabuk' secara introvert, di mana sistem saraf introvert menjadi kewalahan.
Neo mengumpamakan seorang introvert dengan sebuah ponsel yang hanya memiliki sisa daya 20% karena lupa mengisi daya. Maka ponsel tersebut akan bekerja secara tidak maksimal.
Daripada mencoba berperilaku seperti seorang ekstrovert dan menghabiskan tenaga, seorang introvert dapat memanfaatkan kelebihan mereka, kata Neo.
"Hal pertama adalah menyadari bahwa tidak ada yang salah dengan menjadi seorang introvert," katanya.
Baca Juga: Dikenal Pendiam, Golongan Darah Ini Biasanya Introvert Banget
Menurut Neo, dalam membina sebuah hubungan sosial bagi seorang introvert, hal paling pentingnya adalah mengetahui diri sendiri dan 'bermain' sesuai kekuatan.
"Berusaha menjadi seseorang atau sesuatu yang tidak kau lakukan tidak akan berbuah banyak. Kamu akan berakhir merasa cemas jika kamu tidak menerima siapa dirimu secara mendasar," tandas Neo.
Berita Terkait
-
Baksos Operasi Katarak BCA Bangun Harapan, Buka Jalan Hidup Masyarakat yang Lebih Produktif
-
Ketika Meme Menjadi Senjata Bullying Digital: Batas Antara Lucu dan Melukai
-
CERPEN: Remote Televisi di Antara Norma dan Hukum Rimba
-
Australia Berlakukan Larangan Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun
-
Gus Ipul Dukung Langkah Tegas Gubernur Aceh Larang Jual Mahal Sembako Pasca-Bencana
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat