Suara.com - Studi: Konsumsi Protein Hewani Bermanfaat untuk Atasi Anak Stunting
Prevalensi stunting di Indonesia yang masih tinggi harus menjadi perhatian. Sebab, stunting bisa menurunkan kualitas SDM Indonesia di masa depan.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8 persen, yang berarti 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting. Terlebih, Indonesia juga merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.
Untuk itu, dibutuhkan intervensi yang tepat agar angka stunting tak bertambah, dan bahkan diturunkan. Dalam acara seminar Gizi untuk Bangsa yang diselenggarakan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), ditemukan bahwa pemberian protein hewani mampu menurunkan angka stunting.
Prof. Dr. dr. Damayanti R Sjarif, SpA(K), pakar nutrisi dan penyakit metabolik anak dari RSCM menyebut, stunting hanya bisa teratasi selama periode 1000 hari pertama kehidupan, yakni sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun.
"ASI Eksklusif penting diberikan selama 6 bulan pertama dan dapat diteruskan hingga anak berusia 2 tahun. Pada tahap pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI), orang tua harus memperhatikan pola asupan gizi yang seimbang, terutama untuk memberikan asupan karbohidrat, lemak tinggi dan protein hewani," ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Suara.com.
Prof. Damayanti bersama Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengembangkan pilot project Aksi Cegah Stunting di Desa Banyumundu, Kabupaten Pandeglang, Banten. Hasil inisiatif tersebut menunjukkan penurunan prevalensi stunting sebesar 8,4 persen dalam enam bulan dari 41,5 persen menjadi 33,1 persen atau mencapai 4,3 kali lipat dari target tahunan WHO.
Dalam pilot project ini, pendekatan intervensi gizi spesifik dilakukan dalam beberapa fokus termasuk melakukan training kepada tenaga kesehatan dan kader posyandu, mengembangkan sistem rujukan berjenjang untuk balita stunting dan beresiko stunting, dan implementasi tata laksana stunting oleh dokter spesialis anak dengan pengawasan yang dibantu oleh dokter Puskesmas, tenaga gizi Puskesmas, dan bidan desa.
Dalam pencegahan stunting, pemantauan status gizi dan antopometri anak perlu dilakukan secara berkala. Deteksi dini status gizi balita dilakukan secara berjenjang mulai dari Posyandu, Puskesmas hingga Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Jika di Posyandu ditemukan anak dengan berat badan atau binggi badan kurang, maka perlu dirujuk ke Puskesmas.
Baca Juga: Cegah Stunting di Papua, BKKBN Siap Tingkatkan Kemampuan Asuh Orang Tua
"Jika di Puskesmas didapati penyakit penyerta lain atau growth faltering maupun gizi buruk, maka anak akan di rujuk ke RSUD untuk mendapatkan diagnosis medis dari dokter spesialis anak. Bahkan pada beberapa kondisi medis tertentu, apabila diperlukan, pasien akan disertai dengan preskripsi PKMK (Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus) untuk membantu mengejar ketertinggalan berat badan dan tinggi badan mereka," jelas Prof Damayanti.
Ahmad Syafiq, PhD, Kepala Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan FKMUI mengatakan, perlu ada analisis dan pendekatan gizi kesehatan masyarakat untuk dapat secara efektif merancang program yang berbasis evidens dan berfokus pada pencegahan. Ia menyebuttTerobosan pencegahan stunting juga perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan memberdayakan masyarakat, agar semua pihak mampu terlibat secara aktif dalam upaya penurunan stunting.
"Dari kegiatan edukasi ini kami berharap akan semakin banyak masyarakat yang menyadari pentingnya asupan protein hewani dalam upaya pencegahan stunting. Dengan pola asupan gizi yang baik, diharapkan akan tercipta generasi yang sehat, berkualitas dan berdaya saing sebagai bangsa yang unggul di masa depan," tutup Syafiq.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Cek Fakta: Viral Klaim Pigai soal Papua Biarkan Mereka Merdeka, Benarkah?
-
Ranking FIFA Terbaru: Timnas Indonesia Makin Pepet Malaysia Usai Kena Sanksi
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental