Suara.com - Pernah mengalami mimpi buruk? Terkadang bagi beberapa orang mimpi buruk adalah bagian normal dari tidur dan dapat memberikan pengertian tentang kehidupan psikologis dan spiritual seseorang.
Sedangkan bagi orang lainnya, mimpi buruk dapat menunjukkan suatu kondisi kronis.
Korban trauma, khususnya bagi mereka yang menderita Gangguan Stres Pasca-Trauma (PTSD), lebih mungkin mengalami mimpi buruk.
Berdasarkan data dari Sleep Health Foundation, setidaknya ada 90% persen orang dengan PTSD yang melaporkan dirinya mengalami mimpi yang menganggu dan mirip dengan peristiwa traumatis mereka.
"Jika ada peristiwa traumatis, orang-orang ini lebih cenderung mengalami mimpi buruk," kata Anne Germain, profesor psikiatri dan kepala Sleep and Behavioral Neuroscience Center di University of Pittsburgh School of Medicine.
Mimpi buruk juga dapat dikaitkan dengan diagnosis psikiatrik lainnya, seperti depresi atau insomnia. Anak-anak juga bisa terpengaruh.
Germain menjelaskan, mimpi buruk pada anak-anak biasanya dipicu oleh kehilangan hewan peliharaan atau berpisah dengan teman.
Di sisi lain, orang yang menderita kelumpuhan tidur seperti narkolepsi, telah diketahui mengalami halusinasi yang terasa seperti mimpi mengerikan selama tidur maupun terbangun, menurut National Sleep Foundation.
"Orang-orang dengan narkolepsi adalah salah satu pemimpi yang paling intens," ujar Rubin Naiman, psikolog dari University of Arizona Center for Integrative Medicine.
Baca Juga: Peer Pressure sebagai Mimpi Buruk Remaja
"Dalam kasus ekstrem, sering mengalami mimpi buruk dapat secara dramatis meningkatkan risiko bunuh diri," sambung Naiman, dilansir Fox News.
Sebuah studi pada 2017 yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Turku di Finlandia menyimpulkan mimpi buruk yang sering terjadi meningkatkan risiko bunuh diri pada mereka yang menderita PTSD atau pun yang tidak.
Namun, ada obat yang efektif untuk mengontrol mimpi buruk bagi mereka yang menderita PTSD, yaitu prazosin, obat yang awalnya dikembangkan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Untuk mengonsumsinya, sebaiknya tanyakan pada pakar medis.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat