Suara.com - Sejak akhir Desember 2019 lalu, pemerintah China melaporkan adanya kasus mirip pneumonia di Kota Wuhan, China, kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Saat itu, kasus yang terdeteksi hanya 27 saja.
Namun dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, tepatnya pada Kamis (23/1/2020), penyebaran kasus orang yang terinfeksi virus corona baru ini mencapai 550 kasus dan sebanyak 17 orang telah dinyatakan meninggal dunia.
Beberapa negara di Asia, yang juga termasuk Inggris dan Amerika pun telah melakukan pencegahan dengan melakukan pemeriksaan suhu tubuh di bandara untuk para wisatawan. Jika diduga terinfeksi, wisatawan tersebut akan segera dikarantina atau mendapat pemeriksaan lebih lanjut.
Apa sebenarnya virus korona ini?
Berdasarkan pernyataan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, virus ini merupakan virus corona jenis baru yang dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang lebih akut seperti SARS dan MERS atau hanya flu biasa.
Hingga kini pakar kesehatan menyebut virus ini sebagai novel coronavirus (nCoV).
Bagaimana gejalanya?
Gejala dari infeksi virus ini mirip dengan gejala pneumonia. Seperti masalah sulit bernapas, demam, batuk, irama pernapasan lebih cepat, sakit tenggorokan, hingga pilek.
Risiko kematian yang diakibatkan oleh virus corona ini dinilai masih rendah. Dengan perawatan intensif, beberapa orang yang terinfeksi telah dinyatakan pulih.
Baca Juga: Dinkes: Belum Ada Warga Jakarta yang Terjangkit Virus Corona
Penularan virus corona
Menurut otoritas kesehatan China, penyebaran virus corona ini berawal dari sebuah pasar hewan laut Huanan di Kota Wuhan. Beberapa hari setelah terdeteksinya kasus pneumonia, peneliti menduga penyebarannya terbatas dari hewan ke manusia saja.
Namun, pada akhirnya mereka menyatakaan virus dapat ditularkan antarmanusia. Sayangnya, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, proses penularannya belum diketahui.
Apakah ada vaksin?
Belum ada vaksin atau obat untuk mencegah dan mengobati infeksi yang disebabkan oleh virus corona baru ini.
Tetapi, sejumlah ilmuwan asal AS sedang mencoba mengembangkannya dengan 'memperbaharui' vaksin yang telah mereka buat pada 2000-an silam ketika coronavirus yang saat itu menyebabkan sindrom pernapasan akut parah muncul sebagai ancaman serius untuk pertama kalinya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
- Besok Bakal Hoki! Ini 6 Shio yang Dapat Keberuntungan pada 13 November 2025
Pilihan
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
-
SoftBank Sutradara Merger Dua Musuh Bebuyutan GoTo dan Grab
Terkini
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar