Suara.com - Sebelumnya, sejumlah ahli menyatakan belum ada bukti bahwa virus corona Covid-19 bisa bertahan hidup di air. Tetapi, baru-baru ini virus corona Covid-19 justru ditemukan di limbah atau selokan Massachusetts, Amerika Serikat.
Sebuah studi baru pun menemukan jumlah kontaminasi virus corona Covid-19 di selokan Massachusetts yang jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.
Para peneliti dari startup biotek Biobot Analytics mulanya mengumpulkan sampel air dari limbah di area metropolitan Amerika Serikat pada akhir Maret 2020.
Eric Alm salah satu peneliti menekankan bahwa belum ada tinjauan dan bukti kalau masyarakat tidak berisiko tertular virus corona Covid-19 dari air limbah. Tetapi, kontaminasi virus corona Covid-19 di air limbah mungkin berpotensi menyebar luas.
"Meskipun partikel virus itu tidak aktif atau tidak mampu lagi menginfeksi manusia. Tetapi, partikel virus mungkin masih membawa bahan gentik yang bisa dideteksi menggunakan pendekatan CPR (polymerase chain reaction) yang menguatkan sinyal genetik," kata Alm dikutip dari Fox News.
Para peneliti bersama dengan tim dari Massachussetts Institute of Technology, Harvard dan Brigham dan Womens's Hospital pun telah menganalisis sampel dan menemukan jumlah partikel virus corona Covid-19 yang terdapat pada limbah air.
Hasilnya, jumlah virus corona Covid-19 yang mengontaminasi limbah air setara dengan banyaknya 2.300 orang yang terinfeksi virus corona jenis baru ini.
Sedangkan, sekarang ini hanya ada 446 kasus virus corona Covid-19 yang terdeteksi di Massachussets. Data ini lebih sedikit dari jumlah virus corona Covid-19 yang mengontaminasi air limbah.
"Data ini sangat menarik karena perkiraan kami jelas lebih tinggi daru jumlah kasus yang terkonfirmasi di daerah tersebut," kata Mariana Matus, CEO dan co-founder Biobot.
Baca Juga: CEK FAKTA: Viral Pesan akan Ada Arus Angin Membawa Penyakit, Benarkah?
Berdasarkan temuan para peneliti ini, pejabat kesehatan setempat pun telah menduga mungkin ada ratusan kasus virus corona Covid-19 yang belum terdeteksi di daerah tersebut.
"Mereka (pejabat kesehatan) bisa memercayai bahwa angka kasus dari perkiraan kita masuk akal, artinya ada kemungkinan benar," kata Matus.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Dari Donor Kadaver hingga Teknologi Robotik, Masa Depan Transplantasi Ginjal di Indonesia
-
Banyak Studi Sebut Paparan BPA Bisa Timbulkan Berbagai Penyakit, Ini Buktinya
-
Rahasia Hidup Sehat di Era Digital: Intip Inovasi Medis yang Bikin Umur Makin Panjang
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional