Suara.com - PBB Bantah Tuduhan Pandemi Covid-19 Jadi Ajang Promosikan Aborsi
PBB pada Kamis (21/5) membantah tuduhan Amerika Serikat bahwa badan dunia tersebut memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai peluang untuk mempromosikan akses menuju aborsi melalui respons kemanusiaan terhadap wabah global mematikan tersebut.
"Tuduhan apa pun bahwa kami sedang memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai peluang untuk mempromosikan aborsi tidak benar," kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric.
"Saat kami mendukung layanan kesehatan, yang mencegah jutaan perempuan meninggal selama kehamilan dan persalinan dan melindungi masyarakat dari infeksi seksual menular, termasuk HIV, kami tidak berusaha mengesampingkan hukum nasional," katanya.
Dalam surat kepada Sekjen PBB Antonio Guterres pada Senin, penjabat Administrator USAID John Barsa mengatakan rencana badan dunia, yang diumumkan dua bulan lalu, menjadikan layanan kesehatan seksual dan reproduktif sama pentingnya dengan kerawanan pangan, layanan kesehatan esensial, gizi buruk, tempat tinggal dan sanitasi.
Washington telah lama menganggap "layanan kesehatan seksual dan reproduksi" sebagai kode aborsi.
"PBB seharusnya tidak memanfaatkan krisis ini sebagai peluang untuk mendorong akses aborsi sebagai 'layanan esensial'," tulis Barsa.
Ia menambahkan bahwa "hal paling mengerikan" dari rencana tersebut adalah "menyerukan distribusi yang luas soal obat-obatan yang memicu aborsi dan persediaan aborsi, serta promosi aborsi."
Rencana PBB adalah untuk membantu 63 negara, terutama di Afrika dan Amerika Latin, memerangi penyebaran dan destabilisasi dampak pandemi.
Baca Juga: Dirumahkan karena Majikan Takut Corona, Hidup PRT Terpuruk Tanpa Pesangon
Guterres mengungkapkan keprihatinan tentang dukungan yang tidak memadai bagi negara miskin dan kurangnya kepemimpinan dari negara-negara besar dalam perang melawan virus corona penyebab sakit Covid-19.
PBB saat ini sedang mengupayakan rencana penanganan Covid-19 senilai 6,7 miliar dolar AS (sekitar Rp99,59 triliun).
PBB sejauh ini telah menerima satu miliar dolar AS (sekitar Rp14,86 triliun), yang sebanyak 172,9 juta dolar AS (sekitar Rp2,57 triliun) di antara didapat dari Amerika Serikat.
Data Reuters menunjukkan Covid-19 telah menginfeksi sekitar lima juta orang dan menyebabkan hampir 327.000 kematian di seluruh dunia. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?