Suara.com - Terlalu banyak berpikiran negatif ternyata berdampak pada kesehatan di masa depan. Hal tersebut dilaporkan oleh tim peneliti dari University College London.
Dilansir dari Insider, studi ini melibatkan pemindaian otak dan pemantauan perilaku pada 360 orang. Mereka menemukan hubungan antara pemikiran negatif dan penurunan kognitif, demensia, serta peningkatan jumlah dua protein yang terkait dengan penyakit Alzheimer.
"Pemahaman yang lebih baik tentang risiko demensia sangat penting untuk meningkatkan intervensi terapeutik," kata peneliti Natalie Marchant, seorang psikiater dan peneliti senior di departemen kesehatan mental University College London.
"Temuan dari penelitian ini memberikan dukungan lebih lanjut untuk pentingnya kesehatan mental dalam skrining demensia," tambahnya.
Saat ini, dokter menggunakan pemindaian otak dan ujian kognitif untuk menguji demensia. Tetapi skrining untuk masalah kesehatan mental mungkin menjadi bagian dari perawatan klinis demensia di masa depan untuk pasien pada tahap awal penyakit.
Studi ini dipublikasikan di Alzheimer's and Dementia, jurnal Alzheimer's Association.
Dalam hal ini, berpikir negatif juga termasuk mengkhawatirkan masa depan dan terus berpikir tentang masalah atau emosi.
Mereka menemukan bahwa orang-orang dengan pola pikir negatif yang berulang lebih cenderung memiliki penumpukan protein di otak mereka. Orang-orang yang sama juga memiliki tingkat penurunan kognitif yang lebih tinggi.
Meneliti pola pikir negatif, depresi, kecemasan, dan efek jangka panjang yang mungkin terjadi akan menjelaskan bahwa depresi dan kecemasan tetap berisiko.
Baca Juga: Carrie Lam: Banyak Masalah yang Harus Dihadapi Hong Kong
Oleh karena itu, menumbuhkan pikiran dan sikap positif juga diperlukan untuk mendukung kesehatan.
"Praktik pelatihan mental seperti meditasi dapat membantu menumbuhkan pikiran positif dan menurunkan skema gejala gangguan mental," kata Dr. Gael Chételat, dari Université de Caen-Normandie.
Para peneliti menyebutkan, studi lebih lanjut perlu dilakukan karena penelitian masih terbatas pada orang-orang berisiko.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terpopuler: Geger Data Australia Soal Pendidikan Gibran hingga Lowongan Kerja Freeport
- Mengupas MDIS: Kampus Singapura Tempat Gibran Raih Gelar Sarjana, Ijazahnya Ternyata dari Inggris!
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Kerugian Garuda Indonesia Terbang Tinggi, Bengkak Rp2,42 Triliun
-
Petaka Arsenal! Noni Madueke Absen Dua Bulan Akibat Cedera Lutut
-
Ngamuk dan Aniaya Pemotor, Ini Rekam Jejak Bek PSM Makassar Victor Luiz
-
Menkeu Bakal Temui Pengusaha Rokok Bahas Cukai, Saham-saham 'Tembakau' Terbang
-
Jurus Menkeu 'Koboi' Bikin Pasar Cemas Sekaligus Sumringah
Terkini
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis
-
72% Sikat Gigi Dua Kali Sehari, Kok Gigi Orang Indonesia Masih Bermasalah? Ini Kata Dokter!
-
Padel Court Pertama Hadir di Dalam Mal, Bawa Olahraga Jadi Makin Fun!
-
Nyaris Setengah Anak Indonesia Kekurangan Air Minum: Dampaknya ke Fokus dan Belajar