Suara.com - Anak-anak di Korea Utara berisiko mengalami gizi buruk dan malnutrisi, akibat pandemi virus Corona Covid-19 yang berkepanjangan.
Hal ini diungkapkan oleh para pakar PBB, yang menyebut kekurangan pangan terjadi akibat adanya penurunan tajam di bidang perdagangan dengan China.
Dilansir DW Indonesia, Utusan Khusus PBB untuk Korea Utara Tomas Ojea Quintana mengatakan kepada dewan, penutupan perbatasan dengan China selama lima bulan dan pandemi virus corona di Korea Utara membuat para penduduk mengalami gizi buruk hingga ke tingkat yang mengkhawatirkan.
Sekitar 10 juta warga Korea Utara atau 40% dari populasinya kini mengalami kekurangan gizi.
"Kerusakan jangka panjang pada kesehatan dan perkembangan nak-anak serta ibu hamil dan menyusui kini sudah terbukti," kata juru bicara Program Pangan Dunia PBB (WFP), Elisabeth Byrs kepada media pada jumpa pers terpisah di Jenewa.
Quintana mengatakan pandemi telah mengakibatkan kesulitan ekonomi yang drastis dengan penurunan 90% dalam perdagangan dengan Cina, yang menyebabkan hilangnya pendapatan di Korea Utara.
"Semakin banyak keluarga yang makan hanya dua kali sehari, atau hanya makan jagung, dan beberapa keluarga lainnya kelaparan," kata Quintana lagi.
Secara resmi, Korea Utara belum mencatat satu pun kasus Covid-19, meskipun negaranya berbatasan dengan Cina. Namun klaim pemerintah diragukan.
Di kota-kota besar di Korea Utara, jumlah tunawisma meningkat dan harga obat-obatan mengalami kenaikan yang signifikan. Stok vaksin dan bantuan lainnya telah terlantar di perbatasan, yang mendesak Korea Utara untuk mengizinkan semua bantuan kemanusiaan dikirimkan tanpa adanya batasan.
Baca Juga: Korea Utara akan Putus Semua Sambungan Telepon dengan Korea Selatan
Pada pertengahan 1990-an, kelaparan di seluruh Korea Utara diyakini telah menewaskan antara 250.000 hingga 3 juta orang. Quintana juga memperingatkan bahwa sanksi internasional jangka panjang yang menargetkan negara itu hanya memperburuk masalah tersebut.
"Dalam konteks di mana pandemi ini mengakibatkan kesulitan ekonomi yang drastis di DPRK [Republik Rakyat Demokratik Korea, nama resmi Korea Utara], saya mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mempertimbangkan kembali sanksi, mengingat dampaknya terhadap mata pencaharian masyarakat dan kapasitas pemerintah untuk merespons," tutupnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan