Suara.com - Anak-anak terutama anak usia 1-3 tahun dan anak usia prasekolah (3-5 tahun) rentan mengalami masalah kesehatan seperti kekurangan atau kelebihan nutrisi yang berakibat salah satunya dysbiosis atau gangguan keseimbangan mikrobiota usus.
"Masalah gizi menyebabkan gangguan sistem kekebalan tubuh anak dan gangguan keseimbangan mikrobiota usus atau dysbiosis," kata pakar gizi medik, Prof. Saptawati Bardosono dalam konferensi pers virtual, Senin (15/6/2020).
Dia menjelaskan, dysbiosis akan menurunkan kekebalan tubuh anak terhadap masuknya kuman-kuman penyakit, misalnya yang menyebabkan ISPA dan diare.
Dilansir Suara.com dari Antara, penyakit ini dialami lebih dari 10 persen anak di masa toddler dan prasekolah. Padahal, saluran cerna adalah organ kekebalan tubuh terbesar, yakni meliputi 80 persen sistem kekebalan tubuh.
Data Global Nutrition Reports 2017 menunjukkan, isu nutrisi utamanya stunting, kelebihan berat badan hingga kegemukan dan anemia baik secara sendiri-sendiri atau kombinasi masih merupakan tantangan global,
"Anak-anak usia 1-5 tahun di 29 negara termasuk Indonesia menghadapi masalah terkait nutrisi kombinasi ketiganya yang dikenal istilah triple burden of malnutrition," tutur Saptawati.
Stunting karena kekurangan zat gizi makro yakni kalori dan protein, lalu obesitas karena kelebihan zat gizi makro, kalori dan anemia karena kekurangan zat gizi mikro yaitu mineral dan vitamin.
"Anak usia toddler dan prasekolah lebih rentan terhadap ISPA dan diare yang dapat berdampak ulang pada masalah gizi anak sehingga membentuk suatu lingkaran setan," demikian kata Saptawati.
Laman Healthline menyebutkan, gejala dysbiosis tergantung di mana ketidakseimbangan bakteri berkembang. Namun gejala umumnya antara lain: bau mulut (halitosis), sakit perut, mual, sembelit, diare, kembung, nyeri dada, ruam atau kemerahan, kelelahan, kesulitan berpikir atau berkonsentrasi, dan gelisah.
Baca Juga: Waspada Covid-19, Dokter Sebut Tak Semua Anak Sakit Wajib Dibawa ke RS
Menurut Saptawati, perbaikan asupan gizi baik makro dan mikro melalui asupan masukan sehari-hari, jenisnya menjadi solusi mencegah dysbiosis. Selain itu, pemberian probiotik juga bisa menjadi cara berikutnya.
"Untuk mencegah terjadinya dysbiosis perlu juga pemberian asupan probiotik atau bakteri baik contohnya Lactobacillus rhamnosus, yang akan berikan efek immunomodulatorry, karena menyeimbangkan mikrobiota usus, mencegah dysbiosis," ujar dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 19 Oktober: Klaim 19 Ribu Gems dan Player 111-113
- Bukan Main-Main! Ini 3 Alasan Nusakambangan, Penjara Ammar Zoni Dijuluki Alcatraz Versi Indonesia
Pilihan
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
-
Pembelaan Memalukan Alex Pastoor, Pandai Bersilat Lidah Tutupi Kebobrokan
-
China Sindir Menkeu Purbaya Soal Emoh Bayar Utang Whoosh: Untung Tak Cuma Soal Angka!
Terkini
-
Bikin Anak Jadi Percaya Diri: Pentingnya Ruang Eksplorasi di Era Digital
-
Rahasia Tulang Kuat Sejak Dini, Cegah Osteoporosis di Masa Tua dengan Optimalkan Pertumbuhan!
-
Terobosan Baru! MLPT Gandeng Tsinghua Bentuk Program AI untuk Kesehatan Global
-
Ubah Waktu Ngemil Jadi "Mesin" Pembangun Ikatan Anak dan Orang Tua Yuk!
-
Kasus Kanker Paru Meningkat, Dunia Medis Indonesia Didorong Adopsi Teknologi Baru
-
Osteoartritis Mengintai, Gaya Hidup Modern Bikin Sendi Cepat Renta: Bagaimana Solusinya?
-
Fraud Asuransi Kesehatan: Rugikan Triliunan Rupiah dan Pengaruhi Kualitas Layanan Medis!
-
Rahasia Kehamilan Sehat dan Anak Cerdas: Nutrisi Mikro dan Omega 3 Kuncinya!
-
Kisah Ibu Tunggal Anak Meninggal akibat Difteri Lupa Imunisasi, Dihantui Penyesalan!
-
Masa Depan Layanan Kesehatan Ada di Genggaman Anda: Bagaimana Digitalisasi Memudahkan Pasien?