Suara.com - Kematian hitam atau black death yang juga dikenal sebagai wabah pes (bubonic plague), merupakan salah satu penyakit paling terkenal di dunia. Pada abad pertengahan, wabah pes ini menghancurkan sebagain besar populasi global.
Pada saat itu, penyakit pes ini memicu kepanikan dan kebingungan. Sejumlah teori pun mencari tahu asal-usulnya dan ilmu pengatuan modern juga kesulitan membentu sejarahnya.
Wabah pes termasuk salah satu dari beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri yersinia pestis. Virus ini menyebar melalui serangga penghisap darah seperti kutu, yang menularkannya ke inang hewan pengerat hingga berakhir ke manusia.
Para ilmuwan telah menunjukkan asal-usul penyakit ini hingga ribuan tahun lalu. Penelitian menunjukkan yersinia pestis ada ribuan tahun tahun.
Sebuah studi tahun 2018 dilansir dari Express, pun menemukan bukti penyakit di sebuah makan Swedia kuno yang tertanggal 3.000 SM. Gejala-gejala tertulis pertama dari penyakit ini muncul dalam karya dokter Roma Rufus dari Ephesus yang terfragmentasi.
Catatannya menunjukkan bahwa penyakit itu ada di Kekaisaran Romawi sebelum masa pemerintahan Justinianus I yang dimulai pada tahun 527 Masehi.
Meskipun bukan yang paling terkenal, wabah pes pertama ini diidentifikasi sebagai wabah justinian yang menghancurkan dunia dari tahun 541-542 Masehi. Pada abad ke-14, wabah ini pun menyerang China di puncak invasi Mongol.
Satu teori modern menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan tikus pengerat wabah lari dari padang rumput ke kota-kota padat penduduk di negara itu.
Akhirnya, wabah ini pun disebarkan oleh jaringan perdagangan yang berkembang pesat. Gejolak di masa depan menyebabkan bencana di ibu kota Eropa, terutama London pada 1665, tahun sebelum Great Fire.
Baca Juga: Peneliti Ungkap Virus Corona Turunkan Usia Harapan Hidup hingga 2 Tahun!
Sekarang, wabah tergantung endemik di daerah pedesaan dan metropolitan. AS sering melihat wabah di beberapa negara bagian barat, seperti Colorado dan beberapa negara Afrika, China dan Mongolia.
Seorang bocah lelaki Mongolia berusia 15 tahun meninggal karena penyakit pes pekan lalu. Kasus ini menunjukkan bahwa penyakit pes tetap ada dan mematikan.
Sebenarnya ada antibiotik untuk mengobati penyakit pes. Tapi, penyakit pes ini memiliki tingkat kematian di mana saja antara 50 hingga 90 persen.
Adapun gejala wabah pes, meliputi demam, sakit kepala, panas dingin, kelemahan dan satu atau lebih kelenjar getah bening bengkak.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat