Suara.com - Dalam sehari, maksimal kita hanya boleh mengonsumsi gula sebanyak 50 gram atau setara 4 sendok makan. Jika berlebih, ada risiko kesehatan yang mengintai, salah satunya adalah diabetes.
Mencari gula pengganti bisa jadi solusi. Salah satunya tanaman stevia yang mengandung nol kalori dan sedikit karbohidrat. Berisi bahan pemanis steviol glikosida, stevia kerap dipakai sebagai pemanis alami pada makanan sejak ribuan tahun lalu.
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan Journal of Medicinal Food, stevia berpotensi untuk mengobati penyakit kelenjar endokrin, obesitas, diabetes, dan hipertensi.
Dalam studi tersebut, tiga kelompok tikus diteliti, di antaranya tikus sehat, tikus diabetes, dan tikus yang diinduksi alloxan atau streptozotocin (senyawa kimia yang digunakan dalam penelitian diabetogenik).
Kemudian, kepada kelompok tikus tersebut diberikan ekstrak stevia yang diberikan secara oral atau oles. Hasilnya, ternyata menunjukkan efek anti hiperglikemik atau menurunnya kadar gula darah pada tikus diabetes.
Lalu dalam waktu tertentu terjadi penurunan glukoneogenesis hepatika pada tikus yang diinduksi atau yang dibuat mengalami diabetes.
Stevia juga terbukti meningkatkan aktivitas toleransi gula dan bubuk daunnya memiliki efek hipoglikemik pada tikus diabetes.
Sedangkan induksi gen terlibat dalam proses glikolisis atau pemecahan glukosa pada tubuh sehingga meningkatkan pelepasan insulin yang mampu memecah gula di tubuh. Ini karena tikus mengonsumsi ekstrak Stevia, sehingga glukagon pada tikus tertekan.
Sementara itu, penelitian lain yang diterbitkan Journal of Medical Food menunjukkan bahwa ekstrak Stevia yang diberikan kepada 12 orang dengan diabetes melitus tipe 2, dengan dosis 20 miligram per kilogram berat badan, menunjukkan adanya penurunan konsentrasi gula plasma dan gula darah postprandial sebesar 18 persen.
Baca Juga: Stevia Benar-Benar Pemanis Alami?
Di sisi lain, Federal Food and Drug Administration (FDA) menyebut bahwa ekstrak tanaman stevia yang sudah melalui proses pemurnian tergolong aman untuk digunakan dalam makanan.
Meski begitu, FDA juga memperingatkan daun stevia dan ekstrak stevia mentah tetap tidak aman untuk dikonsumsi dan tidak memiliki persetujuan resmi untuk digunakan dalam makanan.
Ini karena efek samping daun dan esktrak stevia yang bisa menganggu kinerja ginjal, sistem kardiovaskular, dan fungsi reproduksi.
Kendati gula juga tetap kebutuhan pokok bagi tubuh, yang terpenting bagaimana caranya mengurangi gula atau pemanis buatan dalam makanan dan minuman sehari-hari.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?