Suara.com - Perkembangan setiap anak berbeda-beda antar satu sama lainnya. Para orangtua perlu intens untuk memantau perkembangan, sekaligus kemampuan fisik anak selama fase masa pertumbuhan.
Jika mengalami kejanggalan, orangtua wajib segera melakukan konsultasi kepada dokter. Sebab, keterlambatan perkembangan bisa disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor keturunan, masalah yang dihadapi sang ibu selama periode kehamilan, dan kelahiran prematur.
Ini penting karena intervensi dini bisa membantu mencegah kondisi tersebut dari potensi menjadi semakin parah, serta perlahan-lahan memotivasi kemajuan anak, baik secara medis maupun sosial, yang dianggap cocok untuk setiap jenis keterlambatan perkembangan pada anak.
"Jadi memang ada konsep dasar, bicara pertumbuhan tidak bisa jauh dari perkembangan anak. Setiap anak miliki kecepatan berbeda, tapi arahnya sama.tidak bisa membedakan anak. Karena setiap anak punya irama tersendiri," ujar Konsultan Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial, Dr Catharine Mayung Sambo, Sp.A(K) kepada Suara.com, Senin (21/09/2020).
Namun, terkadang permasalahannya bukan di upaya perawatan dan pemulihan sang anak melainkan banyak kesulitan orangtua dalam mendeteksi adanya keterlambatan perkembangan pada si buah hati.
Sehingga kesulitan ini membuat mereka tidak cepat dalam menanggapi masalah yang dihadapi anak.
Alhasil, respon telat mereka justru akan membahayakan kesehatan fisik dan mental anak lantaran bisa saja sudah menjadi lebih parah.
Jadi jika sudah tejadi Reflex (tanda-tanda) ini perlu diwasapadai seperti saat leher anak di usia 4 bulan masih belum kokoh itu perlu konsultasi ke dokter.
Lalu, di usia 9 bulan belum bisa duduk, kemudian di usia 18 bulan belum bisa berjalan, itu kemungkinan ada gangguan.
Baca Juga: Sisi Lain Dampak Pandemi Covid-19: Tingginya Angka Pernikahan Anak
"Jangan sampai menunggu sampai reflex itu, nah cara paling mudaah itu melihat di buku KIA. Dilihat, dan dibaca-baca. Dan, saya pastikan keterlambatan perkembangan anak itu didasari ada sekitar 10-15 persen ada penyebabnya," jelasnya.
Dr Mayung meminta kepada orangtua untuk lebih mengetahui keterampilan motorik halus anak yang merupakan gerakan kecil, seperti memegang mainan atau menggunakan krayon.
Sedangkan keterampilan motorik kasar merupakan gerakan besar seperti melompat, memanjat tangga, atau melempar bola.
Sementara, proses pembelajaran bahasa dimulai ketika bayi memberitahu bahwa ia lapar dengan cara menangis. Di usia 6 bulan, kebanyakan bayi sudah mulai bisa mengenali suara bahasa-bahasa dasar.
Di usia 12 hingga 15 bulan, bayi sudah harus bisa mengatakan beberapa kata sederhana, bahkan jika pelafalannya masih tidak jelas.
"Kalau tidak on track orangtua perlu deteksi dengan memantau perkembangan anak. Atau jangan ada orangtua yang memiliki pemikiran seperti ini ‘ah nanti juga bisa’ tapi harus segera konsultasi ke dokter jika sudah ada tanda-tanda keterlambatan perkembangan anak," tuturnya.
Berita Terkait
-
Aisha Retno Anak Siapa? Penyanyi Keturunan Indonesia yang Sebut Batik asal Malaysia
-
Makin Panas, Pihak Ruben Onsu Tunjukkan Bukti Transfer Ratusan Juta ke Sarwendah untuk Nafkahi Anak
-
Anak Pakai Rok Terlalu Pendek di Sekolah, Zaskia Adya Mecca Kena Tegur Guru
-
KemenPPPA Dukung Arahan Prabowo Setop Kerahkan Siswa Sambut Pejabat
-
Sarwendah Patahkan Tudingan 2 Bulan Jauhkan Anak dari Ruben Onsu, Ungkap Fakta Sebenarnya
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
Terkini
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja