Suara.com - Stigma terhadap rokok elektrik di Indonesia masih sangat tinggi. Pasalnya, bukannya menurunkan angka perokok, rokok elektrik justru menambah orang dewasa yang awalnya tidak merokok menjadi perokok elektrik. Ditambah lagi minimnya penelitian dalam negeri terkait produk alternatif tembakau.
Peneliti Indonesia dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Amaliya, menemukan jika rokok elektrik atau tembakau yang dipanaskan punya risiko kesehatan jauh lebih rendah dibanding rokok konvensional. Kesimpulan ini juga diambil dari Public Health England dan German Federal Institute for Risk Assessement (BfR) yang menyimpulkan hal serupa. Ini karena kedua produk alternatif itu tidak melalui proses pembakaran.
"Pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya harusnya terbuka dengan fakta ini dan mendorong kajian ilmiah lokal. Pemerintah bisa meniru Inggris dan Jepang yang terbuka terhadap kajian ilmiah dan mendukung penggunaan produk tembakau alternatif untuk menurunkan angka perokoknya,” kata Amaliya melalui rilisnya yang diterima suara.com, Rabu (21/10/2020).
Amaliya juga memaparkan penelitian dari luar negeri yang dilakukan UK Committee on Toxicology (COT), bagian dari Food Standards Agency, menyimpulkan secara positif bahwa produk tembakau yang dipanaskan mengurangi bahan kimia berbahaya sebesar 50 hingga 90 persen daripada rokok.
Inggris dan Jepang pun tercatat telah berhasil menurunkan angka perokok. Berdasarkan Badan Statistik Inggris, angka perokok turun dari 14,4 persen pada 2018 lalu menjadi 14,1 persen atau setara dengan 6,9 juta perokok pada 2019. Penggunaan produk tembakau alternatif di Inggris telah mendorong 20.000 perokok berhenti merokok setiap tahunnya.
Sedangkan di Jepang, menurut hasil survei Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, angka perokok lelaki turun di bawah 30 persen untuk pertama kalinya menjadi 28,8 persen pada 2019 lalu.
Angka perokok perempuan turut berkurang 0,7 poin menjadi 8,8 persen. Adapun angka perokok dewasa laki-laki di Korea Selatan mencapai rekor terendah sebesar 38,1 persen pada 2017 lalu.
Sederet riset ini jadi penting agar masyarakat yang ingin berhenti merokok mendapatkan informasi yang utuh dan tidak simpang siur. Sehingga pemerintah juga bisa memperjelas kebijakan terkait produk tembakau alternatif
“Tanpa adanya riset yang menyeluruh, publik, terutama perokok dewasa, akan terus mendapatkan informasi yang keliru sehingga enggan untuk beralih ke produk minim risiko kesehatan ini,” kata Amaliya.
Regulasi yang ditetapkan Indonesia juga harus spesifik, terpisah, dan berbeda dengan aturan rokok konvensional. Dengan begitu, perokok dewasa akan termotivasi untuk beralih menggunakan produk tembakau alternatif.
Regulasi juga diperlukan agar rokok elektrik tidak mudah diakses anak di bawah umur 18 tahun, dan tidak menambah jumlah perokok anak, yang membuat Indonesia dicap sebagai salah satu negera dengan jumlah perokok terbanyak. Regulasi atau tata cara pemasaran dan pengawasan harus diperjelas.
"Untuk mencegah penyalahgunaan, regulasi ini juga perlu mengatur batasan usia pengguna agar anak-anak di bawah usia 18 tahun dan non-perokok tidak dapat mengonsumsinya," katanya.
Baca Juga: Rokok Elektrik Diklaim Lebih Rendah Risiko Kanker, Ini Jawaban Ahli
“Harapannya, dengan dilandasi kajian ilmiah, pembentukan regulasi secara proporsional dan menyeluruh dapat membantu memanfaatkan potensi produk ini, dan yang lebih penting meluruskan stigma yang berkembang selama ini,” tutup Amaliya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Tekstil RI Suram, Pengusaha Minta Tolong ke Menkeu Purbaya
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
Terkini
-
Inovasi Bedah Robotik Pertama di Indonesia: Angkat Kanker Payudara Tanpa Hilangkan Bentuk Alami
-
Riset Ungkap Rahasia Bahagia: Bergerak 15 Menit Setiap Hari Bikin Mental Lebih Sehat
-
Mengembalikan Filosofi Pilates sebagai Olahraga yang Menyatukan Gerak, Napas, dan Ketenangan
-
Perawatan Mata Modern di Tengah Maraknya Gangguan Penglihatan
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut
-
Biar Anak Tumbuh Sehat dan Kuat, Imunisasi Dasar Jangan Terlewat
-
Susu Kambing Etawanesia Bisa Cegah Asam Urat, Ini Kata dr Adrian di Podcast Raditya Dika
-
Toko Roti Online Bohong Soal 'Gluten Free'? Ahli Gizi: Bisa Ancam Nyawa!
-
9.351 Orang Dilatih untuk Selamatkan Nyawa Pasien Jantung, Pecahkan Rekor MURI
-
Edukasi PHBS: Langkah Kecil di Sekolah, Dampak Besar untuk Kesehatan Anak