Suara.com - Sebanyak 25 orang di Korea Selatan meninggal dunia usai mendapat vaksinasi influenza. Hal tersebut tentu menimbulkan keresahan di masyarakat, termasuk di Indonesia.
Pasalnya, vaksin influenza menjadi populer karena dianggap dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh, agar tidak mudah tertular Covid-19.
Menanggapi kejadian tersebut, Pakar Alergi dan Imunologi Prof. Dr. dr. Iris Renggaris meminta masyarakat untuk tidak panik. Kata dia, penting untuk mencaritahu merek apa yang digunakan dalam vaksinasi flu gratis kepada 19 juta penduduk Korea Selatan tersebut.
"Saya gak tahu merek vaksin apa, gak bisa menyamaratakan semua vaksin. Makanya itu harus diteliti, maksudnya vaksinnya sudah diujicoba tahap berapa, atau baru fase uji klinis tahap 3," ujar Prof. Iris saat dihubungi Suara.com, Jumat (23/10/2020).
Jika pada akhirnya diketahui bahwa merek vaksin yang sama telah beredar di Indonesia, maka Iris mengimbau adanya pemeriksaan lebih jauh mengenai lot number atau batch number, apakah sama dengan yang beredar di Indonesia atau tidak.
Sayangnya hingga saat ini, pihak terkait di Korea Selatan belum membuka data tersebut.
Mengaku ikut memantau pemberitaan vaksinasi flu di Korea Selatan, Iris menambahkan hingga saat ini belum diketahui apa penyebab pasti kematian 25 orang di sana.
Tapi kata Iris, kematian ini harus diinvestigasi lebih lanjut. Ia juga berharap jenazah penerima vaksin segera diautopsi dan dicari tahu penyebab kematiannya.
"Kalau sampai menyebabkan kematian, saya justru bertanya kenapa? harus dicari penyebabnya. Paling bagus autopsi, tapi tidak dilakukan hal itu, atau belum dilakukan, saya tidak tahu," ungkapnya.
Baca Juga: Catat 13 Kematian, Korea Selatan Tetap Lanjutkan Program Vaksin Flu
Sebelumnya diasumsikan bahwa vaksin yang diberikan tidak mengandung zat beracun. Hanya saja ada 5 juta dosis vaksin yang seharusnya disimpan di lemari es, malah terpapar suhu ruangan. Asumsi awal tersebut membuat program vaksinasi gratis akhirnya ditangguhkan.
Hanya saja Iris menambahkan bahwa faktor penyimpanan yang keliru dan terpapar suhu ruangan seharusnya tidak akan membuat penerima vaksin meregang nyawa. Ia melanjutkan faktor penyimpanan yang salah, hanya mampu menurunkan efektivitas vaksin.
"Artinya keefektifan vaksinnya berkurang, jika harusnya bisa melindungi sekitar 80 persen, tapi karena suhu penyimpanan keliru, dampaknya jadi hanya bisa berikan perlindungan 50 persen," ungkap dokter spesialis penyakit dalam itu.
Profesor yang berpraktik sebagai dokter umum dan dokter spesialis penyakit dalam di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) ini mengatakan, alergi bisa jadi alasan mengapa sampai ada penerima vaksin yang meregang nyawa.
Hanya saja, masih ada pertanyaan yang membuat dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini skeptis atau ragu. Terlebih, kejadian kematian yang dialami 25 orang ini terjadi sekaligus dan dalam waktu yang hampir berdekatan.
"Jadi harus dilihat dulu penyebab kematiannya. Benarkah karena vaksin? lalu vaksin apa yang dipakai, sudah berapa lama? Apakah ada reaksi alergi, saya gak tahu juga, tapi kalau alergi kok bisa sampai 13 (kini 25 orang) orang (meninggal dunia)?" tutupnya bertanya-tanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat