Suara.com - Mutasi virus corona SARS Cov-2 yang menyebabkan infeksi Covid-19 telah mengkhawatirkan dunia. Setidaknya ada tiga mutasi virus yang disebut lebih cepat menular, yakni varian Inggris, Afrika, dan Brasil.
Data terbaru per Jumat (5/3/2021), dikutip dari worldometers.info, kasus Covid-19 di seluruh dunia telah mencapai 116.201.575 infeksi. Lebih dari 91,86 juta orang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19, tetapi 2.580.581 jiwa meninggal dunia.
Brasil dikabarkan jadi negara paling terdampak akibat mutasi virus tersebut. Negara itu mengalami gelombang kedua infeksi Covid-19 setelah sebelumnya laju penularan sempat mereda.
Dalam dua hari berturut-turut, Rabu (3/3) dan Kamis (4/3), Brasil mencatat rekor kematian Covid-19. Presiden Jair Bolsonaro mengatakan kepada warganya untuk berhenti merengek dan melanjutkan kehidupan.
Brasil memiliki angka kematian tertinggi kedua di dunia, setelah Amerika Serikat, dalam setahun terakhir Pandemi Covid-19. Sementara wabah di AS mereda, Brasil menghadapi fase gelombang berikutnya.
"Cukup (untuk) rengekan. Berapa lama lagi tangisan itu akan berlangsung? Berapa lama lagi kamu akan tinggal di rumah dan menutup semuanya? Tidak ada yang tahan lagi. Kami menyesali kematian itu, lagi, tapi kami butuh solusi," kata Bolsonaro dalam sebuah acara, dikutip dari Channel News Asia.
Hingga saat ini, jumlah kasus Covid-19 di Brasil sebanyak 10.796.506 infeksi dan angka kematian 261.188 jiwa.
Gelombang kedua paparan virus corona di Brasil yang melonjak telah memicu pembatasan baru di ibu kotanya, Brasilia, dan kota terbesarnya, Sao Paulo.
Otoritas kesehatan khawatir kemunculan varian virus corona baru dari wilayah Amazon bisa kembali menginfeksi penyintas Covid-19.
Baca Juga: Update Covid-19 Global: 142 Negara Akan Dapat Bantuan Vaksin Patungan
“Mutasi adalah hasil dari peningkatan reproduksi virus. Semakin banyak jumlah virus, semakin cepat penularannya, semakin banyak pula mutasi yang kita miliki,” kata Gonzalo Vecina Neto, seorang dokter medis dan mantan kepala regulator kesehatan Brasil, Anvisa.
Gubernur negara bagian dan dokter mengeluhkan bahwa pemerintah federal telah salah mengelola krisis virus corona, karena Bolsonaro telah meremehkan tingkat keparahannya dan menentang penguncian.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Bedak Viva Terbaik untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- Mulai Hari Ini! Sembako dan Minyak Goreng Diskon hingga 25 Persen di Super Indo
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Sekelas Brio untuk Keluarga Kecil
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
Pilihan
-
Jokowi Takziah Wafatnya PB XIII, Ungkap Pesan Ini untuk Keluarga
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
Terkini
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara
-
Jangan Abaikan! SADANIS: Kunci Selamatkan Diri dari Kanker Payudara yang Sering Terlewat
-
Langkah Krusial Buat Semua Perempuan, Gerakan Nasional Deteksi Dini Kanker Payudara Diluncurkan